Advertorial
Intisati-Online.com- Pada tahun 1846, perjanjian atau traktat Oregon telah ditandatangani oleh Inggris dan Amerika.
Perjanjian itu pada dasarnya memperjelas perbatasan antara Inggris dan Amerika Serikat di bagian Negara Oregon.
Namun karena kekurangan deskripsi mengenai garis perbatasan dan perbedaan pendapat, Inggris dan AS masih memperebutkan kepemilikan atas Kepulauan San Juan.
Dilansir pada The Vintage News, penduduk sipil dari kedua negara didorong oleh pemerintah mereka untuk menetap di pulau ini.
Baca Juga:7 Hal Unik yang Hanya Terjadi di Jepang, Salah Satunya Anda Tidak Boleh Berenang Jika Memiliki Tato
Baca Juga:Pria Ini Mengaku Kecanduan Selfie Hingga Berfoto 200 kali Sehari dan Inilah 5 Dampak Buruknya
Meski ada permainan politik yang dimainkan oleh kedua pemerintah, menurut laporan, pemukim Inggris dan Amerika di pulau itu hidup damai berdampingan.
Namun mereka menegang juga pada 1859 untuk perang babi.
Perang dimulai ketika seorang petani Amerika bernama Lyman Cutlar menemukan seekor babi hitam besar yang memakan kentang di kebunnya.
Dia menjadi sangat marah dan membunuh babi itu.
Pemilik babi itu adalah seorang Irlandia bernama Charles Griffin yang diketahui membiarkan babi-babinya berkeliaran dengan bebas.
Awalnya Cutlar merasa menyesal dan menawarkan Rp 137 ribu kepada Griffin untuk menebusnya.
Namun tawaran itu ditolak dan Griffin meminta Lebih dari Rp 1 juta.
Lebih dari itu, Griffin melaporkan Cutlar ke pihak berwenang Inggris setempat dan mengancam akan menangkapnya.
Baca Juga:Urutan Kelahiran Bisa Mempengaruhi Kepribadian Anda, Loh! Buktikan Saja Dengan Ini
Baca Juga:Hujan Duit di Kuningan, Ternyata Pihak Inilah Biang Keroknya!
Cutlar kemudian meminta perlindungan militer AS, tanpa ragu AS mengirim 66 tentara di bawah komando Kapten George Pickett ke pulau San Juan pada 27 Juli 1859.
Ketika gubernur British Columbia saat itu, James Douglas, mendengar tentang militer Amerika di pulau itu, dia mengirim tiga kapal perang Inggris ke San Juan.
Selama bulan berikutnya, tanpa ada tembakan, kehadiran militer di kedua sisi di pulau itu terus bertambah.
Pada 10 Agustus, ada 461 orang Amerika dan 2.140 pria Inggris.
Ketika kabar itu sampai di London dan Washington, DC, para pejabat terkejut, dan kedua belah pihak memutuskan untuk mengakhiri krisis.
Pada tahun 1872, perselisihan mengenai kepemilikan pulau tersebut akhirnya diselesaikan oleh sebuah arbitrase internasional yang dipimpin Kaiser Wilhelm I dari Jerman.
Hasilnya diputuskan bahwa pulau itu sepenuhnya berada di bawah kendali Amerika.