Masing-masing kekuatan utama di Eropa pada saat itu telah mengembangkan industri pesawat yang jauh lebih maju dibanding industri di AS.
Kenyataannya AS tak bisa menyusul Eropa dalam teknologi penerbangan, walaupun tersedia rencana dan dana.
(Baca juga: (Foto) Operasi Plastik Tidak Seinstan yang Dibayangkan, Wanita Ini Menderita 3 Bulan Setelah Jalani Operasi)
Ketika kritik menguat, Presiden Woodrow Wilsonlalu mendirikan Dinas Udara AD AS dan menempatkannya langsung di bawah Departemen Perang tanggal 24 Mei 1918.
Ketika tercapai gencatan senjata pada November 1918, Dinas Udara telah tumbuh besar, dengan dukungan 19 ribu perwira dan 178 ribu tentara.
Sementara industri pembuat pesawat telah menyerahkan 11.754 unit pesawat, sebagian besar adalah pesawat latih seperti JN-4 Jenny.
Dinas Udara segera saja kehilangan sebagian besar personel juga pesawatnya, setelah ada demobilisasi besar-besaran tak lama setelah perang berakhir.
Meskipun tidak menyertakan pesawat tempur, AS mengirimkan banyak personel unggul ke medan perang.
Mereka menerbangkan pesawat buatan Prancis selama bertugas di Eropa, baik dalam unit-unit Sekutu maupun sebagai bagian dari American Expeitionary Forces (AEF) yang dipimpin Jenderal John J Pershing.
Ketika Jerman menyerah, Brigjen Billy Mitchell sudah berhasil menjadikan banyak skuadron udara dan grup AEF sebagai kekuatan pemukul nan hebat.
Pada saat itu pula kekuatan udara sudah memperlihatkan potensi dirinya untuk operasi ofensif otonom selain pendukung kekuatan darat.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR