Intisari-Online.com - Hampir semua pelajar kenal dengan Kamus Inggris Indonesia ini.
Warna birunya yang dominan dengan setrip warna kuning – hijau – merah sudah begitu familiar.
Saking terkenalnya, buku bajakan kamus ini dengan mudah diperoleh. Bahkan ada yang menjajakannya di pinggir jalan.
Namun, kamus dwibahasa karya John M Echols dan Hassan Shadily ini bisa saja tak tercipta andai Hassan menjadi dokter seperti yang diidamkannya.
Kamus Inggris-Indonesia ini tidak saja menjadi senjatan andalan pelajar Indonesia.
(Baca Juga: Ingin Beli Smartphone yang Paling Pas Buat Kamu? Simak Panduan Ini)
Di Amerika Serikat dan negara-negara lain, seperti Australia dan Malaysia, kamus Inggris-Indonesia — dan Indonesia-Inggris — dari Echols dan Shadily juga sudah dianggap kamus standar oleh mereka yang mempelajari bahasa Indonesia.
Bahkan, penerbitannya yang pertama kali sebenarnya bukan dilakukan di Indonesia, tapi di Amerika Serikat, oleh Cornell University Press.
Kalau saja ia tak pernah bertemu dengan John Echols, mungkin sekarang kita tak mengenal Hassan Shadily sebagai seorang ahli leksikografi, ahli perkamusan.
Hassan sedang belajar sosiologi ketika ia bertemu dengan guru besar linguistik itu di Universitas Cornell, Amerika Serikat, tahun 1952. Walau tiga tahun kemudian ia meraih gelar master dalam sosiologi,
Selanjutnya Hassan lebih banyak sibuk mengurusi kamus dan ensiklopedi.
(Baca juga: Kamus Mini Istilah Perkomputeran)
Ini semua gara-gara Prof. Echols meminta bantuan Hassan melaksanakan proyek penyusunan kamus Indonesia-Inggris.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR