Tak hanya keislaman Snouck yang tidak jelas. Iman Kristennya juga sering diragukan. Soalnya, setelah menginjak dewasa ia juga tak pernah menunjukkan tanda-tanda sebagai pengikut Kristus yang tulen.
Tak ada seorang pun yang menuntutnya berkelana jauh sampai ke Arab. Waktu itu, 1884, sebenarnya kedudukannya sudah lumayan sebagai dosen muda di Universitas Leiden.
(Baca juga: Operasi Babilon, Serangan Udara Israel Paling Spektakuler yang Sukses Menghancurkan Reaktor Nuklir Irak)
(Baca juga: Mengapa Nama-nama Ilmiah Menggunakan Bahasa Latin?)
Namun, Snouck ingin sekali mempelajarai kebudayaan dan bahasa Arab di negeri asalnya. Sesuatu yang sebelumnya hanya ia kenal lewat sumber-sumber tertulis.
Jalan menuju tanah Arab ia temukan di Departemen Kolonial Belanda, yang atas usulannya menyetujui dan mau membiayai penelitian tentang kehidupan jemaah haji Hindia Belanda di sana. Pada kenyataannya Snouck tak hanya menjalankan penelitian yang ditugaskan.
Laporan setebal hampir 400 halaman yang kemudian disusunnya, merupakan salah satu catatan paling lengkap dan rinci tentang berbagai aspek kehidupan di kota suci Mekkah.
Bahwa ia sebuah pribadi dengan hasrat berpetualang yang besar, juga terlihat dalam soal kepergiannya ke Mekkah. Perjalanan ini sebetulnya sama sekali berada di luar rencana yang disetujui pemerintah di Den Haag, yang hanya memintanya melakukan penelitian di Jeddah.
Kurang pas jadinya kalau mencap bulat-bulat Snouck alat pemerintah kolonial untuk memata-matai Islam, seperti yang sering didengungkan.
Mungkin lebih tepat kalau dibilang justru Snoucklah yang telah memperalat pemerintah Belanda untuk mencapai obsesinya menjadi penguasa pengetahuan Islam yang besar.
(Baca juga: Siap-siap Melihat Gerhana Bulan Super Blue Blood Moon: 7 Mitos dan Teori Tidak Biasa tentang Bulan)
Menguasai 15 bahasa
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR