Intisari-Online.com – Walau zaman kolonial sudah lama lewat, kontroversi mengenai pribadi tokoh ini masih tetap hangat.
Jeddah, 16 Januari 1885. Di hadapan kadi dan dua saksi, seorang kulit putih dengan khidmat dan fasih mengucapkan dua kalimat syahadat, "Asyhadu an la illaaha illallahu, Waasyhadu anna Muhammadan rasulullah."
Resmi sudah ia menjadi seorang Muslim. Namanya pun diganti menjadi Abdul Gaffar.
Lelaki ramping dengan jidat lebar, kumis-janggut dan sepasang mata tajam itu adalah Christian Snouck Hurgronje, ahli sastra Arab dari Belanda yang lalu jadi salah satu tokoh yang paling kontroversial di atas panggung sejarah kolonial kita.
Tanggal 11 Mei 1889, ia mendarat di Batavia untuk memulai kariernya sebagai penasihat pemerintah kolonial dalam urusan pribumi, khususnya dalam urusan Islam.
Boleh dibilang, Snoucklah arsitek dari segala kebijaksanaan Islam pemerintah Hindia Belanda.
(Baca juga: Bukan ‘Kesaktiannya’, Pasukan Tank Belanda Takut pada Sri Sultan Hamengkubuwono IX karena Pendidikannya)
(Baca juga: Menurut Penelitian di Amerika, Pencandu Alkohol yang Merokok Ganja Punya Hati yang Lebih Sehat)
Petualang akbar
la masuk Islam. Ini sebuah kenyataan, sebagaimana yang tercatat dalam buku hariannya. Tapi apa ia benar-benar meyakininya, hanya Tuhan yang tahu.
Yang jelas, selama hampir setahun tinggal di Jeddah dan Mekkah, serta 17 tahun di Hindia Belanda, sulit menganggapnya bukan seorang Islam. Ia dikhitan, naik haji, berzakat, taat bersalat, juga berpuasa.
Semua kewajiban berat, yang hampir mustahil dilakukan hanya untuk sekadar berpura-pura.
Anehnya, dalam surat kepada rekannya, seorang islamolog Jerman, Snouck pernah menulis bahwa ia hanya sekadar melakukan izhar al-Islam, bersikap lahiriah Islam. Dengan kata lain, batinnya sebetulnya tetap bukan Islam.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR