Advertorial
Intisari-Online.com - Butterfly disease atau penyakit kupu-kupu juga disebut Epidermolisis bullosa (EB) adalah penyakit jaringan ikat yang menyebabkan gesekan dan kerapuhan kulit.
Akibatnya kulit penderita terkelupas dengan tingkat keparahannya berkisar dari ringan sampai mematikan.
Jonathan Gionfriddo (17) asal Stafford Springs, Massachusetts, Inggris, harus menderita karena penyakit ini dan menolak pengobatan karena takut mati saat perawatan.
"Aku tersiksa mental dan fisik karena ini, aku rapuh di luar dan di dalam" ujarnya dilansir dari Daily Mail(29/01).
Ibu Jon, Brenda, mengatakan saat Jon lahir dia kehilangan kulitnya di sana sini, kulitnya robek dan juga mengeluarkan darah.
"Itu sangat menghancurkan, dan itu mungkin salah satu hari terburuk dalam hidupku, karena mereka mengatakan betapa mengerikan hidupnya." ujar Ibu Jon.
Dia tidak bisa membayangkan saat anaknya makan dan berjalan dengan rasa sakit.
Penyakit ini diderita sekitar 1 dari setiap 50 ribu orang di dunia.
Jon harus menghabiskan 4 jam untuk mandi dan membalut kulitnya dengan perban sebagai perawatan penderita penyakit EB terburuk yang pernah ditangani dokter.
Namun, remaja tersebut menolak operasi lebih lanjut guna menyembuhkan penyakitnya yang membuatnya berjuang untuk hidup.
Jon menolak operasi rutin karena resikonya yang besar, "Mereka tidak bisa membuat tabung pernapasan itu sampai ke tenggorokanku dan paru-paruku sakit."
"Aku hampir meninggal" tambahnya.
Jika operasi tersebut tidak mengancam jiwanya, dia mengaku pasti akan melakukanna.
BACA JUGA:Pelajar Ini Lelang Keperawannya Demi Belikan Rumah untuk Ibunya, Harganya Amat Fantastis?
'Anak tanpa kulit' ini bertemu dengan penderita EB lainnya, Charlie (11) yang secara drastis pulih setelah menjalani perawatan revolusioner.
Charlie yang ditinggalkan orangtuanya saat lahir karena kelainan ini, diajukan untuk melakukan terapi revolusioner yang mengancam jiwa itu oleh ibu angkatnya.
Ini dilakukan dengan penanaman sumsum tulang donor ke Charlie untuk melepaskan sel induk yang menyembuhkan tubuh dari dalam.
Dalam beberapa minggu kulitnya benar-benar sembuh dimulai dari kepala hingga ke tubuhnya, yang tadinya kulit seperti tisu kini sudah seperti kulit anak laki-laki normal.
Keberhasilan Charlie tersebut telah memotivasi Jon untuk menempuh ribuan mil menemui dokter yang mengobati Charlie untuk membahas apakah perawatan itu bisa berhasil baginya.