Advertorial
Intisari-Online.com – Saat menghadiri acara pernikahan umumnya kita harus menyisihkan waktu beberapa jam, mulai dari persiapan, berangkat, sampai berada di acara resepsinya.
Namun, di tempat saya, menghadiri acara pernikahan (bahasa Jawanya, jagong) hanya membutuhkan waktu 10 menit!
Ini sudah menjadi kebiasaan di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Di pedesaan di lereng Gunung Lawu ini, acara jagong tak ubahnya membeli nasi di warung. Datang, transaksi, selesai.
(Baca juga: Ritual Seks Gunung Kemukus: Bukan Sembarang Nyepi, Tapi Harus Disertai Hubungan Suami-Istri)
Soalnya, pada musim nikah, satu orang biasanya harus menghadiri beberapa acara pernikahan dalam satu hari.
Kadang sampai sepuluh kali.
Mengapa begitu? Masyarakat Jawa biasanya memilih hari baik dan bulan baik saat menggelar hajatan.
Bulan-bulan seperti Ruwah (bulan sebelum Ramadan), Syawal (sesudah Ramadan), atau bulan Besar (saat Hari Raya Idul Adha) diyakini sebagai waktu-waktu terbaik menyelenggarakan hajatan.
Hari-hari baik biasanya juga sama karena memang ilmu perhitungannya sama.
Makanya banyak sekali keluarga yang mengadakan resepsi pernikahan di waktu bersamaan.
Masyarakat desa berbeda dengan masyarakat kota. Di desa umumnya orang-orang saling kenal satu desa.
Bahkan tak jarang, orang-orang tertentu dikenal oleh semua warga satu kecamatan.
(Baca juga: Ritual Seks di Gunung Kemukus, Kata Kuncinya 'Piyambak Mawon, Mas?')
Ini terjadi terutama pada perangkat desa atau pemuka masyarakat.
Orang-orang terkenal ini saat musim nikah bisa menerima 20 undangan dalam satu hari!
Salah seorang tetangga saya pernah mendapat 21 undangan bersamaan di hari Minggu.
Walhasil, hari itu dia harus bersafari dengan mengendarai sepeda motor untuk mendatangi 21 tempat yang berbeda.
Beberapa di antaranya letaknya sangat jauh.
Karena waktu terbatas, ia harus melakukannya dengan cepat dan efisien.
Datang, duduk sebentar, makan dan minum sedikit, menyerahkan amplop sumbangan, lalu pamit untuk segera pergi ke acara resepsi di tempat lain.
Tidak perlu bertemu dan bersalaman dengan pengantin.
Amplop cukup diserahkan pada keluarga pengundang. (Sopiyatun – Intisari Agustus 2011)
(Baca juga: Mengenal Panglima Burung yang Kabarnya Bakal Menikah dengan Titisan Nyi Roro Kidul)