Di beberapa kesempatan, emosi Sirimavo keluar dalam bentuk tangisan.
(Baca juga: Misteri Kubah Batu Yerusalem: Sumur Jiwa, Pusat Dunia, dan Tempat Disimpannya Tabut Perjanjian)
Ia antara lain menangis saat bersumpah untuk melanjutkan kebijakan suaminya.
Akibatnya, pihak oposisi dan kritikus menyebut Sirimavo sebagai janda yang gampang berurai air mata (weeping widow).
Meski diremehkan, Sirimavo memiliki agenda politik yang ketat.
Sirimavo mengambil alih kepemimpinan suaminya, Solomon Bandaranaike di Freedom Party.
Partai ini didirikan oleh Solomon dan berhasil meraih kemenangan pada tahun 1956.
Sirimavo berhasil mempertahankan kepemimpinannya di Freedom Party hingga ajal menjemputnya, 40 tahun kemudian.
Di masa kepemimpinannya, Sirimavo melanjutkan kebijakan dan menasionalisasi sektor ekomomi yang menjadi kunci.
Misalnya perbankan dan asuransi. Namun sejak ia menduduki kantornya, Sirimavo harus mengalami masa-masa jatuh bangun.
Setahun setelah kemenangannya di pemilu 1960, Sirimavo menyerukan status darurat.
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR