Advertorial

Demi Dapat Jatah Makanan di Pengungsian, Banyak Bocah Perempuan Rohingya Dipaksa Menikah oleh Orangtua Mereka

Moh Habib Asyhad

Editor

Intisari-Online.com -Apa pun cara dilakukan para pengungsi Rohingya di Bangladesh untuk mendapatkan makanan. Salah satunya dengan memaksa putri-putri yang masih kecil untuk menikah.

Sialnya, beberapa di antara putri-putri itu ada yang masih berusia sekitar 12 tahun.

Sekadar informasi, Program Pangan Dunia PBB mengalokasikan bantuan makanan per rumah tangga sehingga keluarga dengan jumlah anggota yang berbeda mendapat jatah bantuan makanan yang sama.

(Baca juga:Ni Nengah Widiasih: Kalau Gagal, Ya, Coba Lagi! Kalau Jatuh, Ya, Bangun Lagi!)

(Baca juga: Keren! Meski Punya Keterbatasan Fisik, Nur Ferry Berhasil Persembahkan 4 Emas Bagi Indonesia, Bahkan Memecahkan 3 Rekor)

Dengan menikahkan anak perempuan mereka maka jumlah orang yang harus diberi makan di keluarga orangtua akan berkurang.

Sementara, The Guardian menulis, anak yang sudah menikah akan mendapat jatah bantuan sendiri.

Pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh mencapai angka 600 ribu jiwa.

Petugas medis mengatakan anak perempuan paling diincar sebagai sasaran kekerasan seksual di Rakhine.

Namun, saat tiba di Bangladesh, mereka kembali mendapatkan kekerasan dalam bentuk pernikahan dini.

Salah satu pengungsi anak perempuan di Bangladesh, Anwara yang masih berusia 14 tahun mengaku telah menikah dalam seminggu sejak tiba di kamp.

Dan kini telah melahirkan seorang anak.

“Saya tidak mengerti apa yang terjadi, saya hanya merasa lemas dan tidak makan apapun. Saya tidak memberitahu siapapun apa yang saya pikirkan,” ujarnya,

Puluhan anak perempuan remaja di kamp pengungsian antara sudah menikah atau sedang dicarikan pasangan oleh orangtua mereka.

(Baca juga:16 Pengungsi Muslim Rohingya akan Bertemu Pasu Fransiskus di Bangladesh, Ini Keinginan Mereka)

(Baca juga:Soal Krisis Rohingya, Sekjen PBB Puji Peran Penting Indonesia Terutama Menlu Retno Marsudi)

Demi jatah bantuan pangan

Bantuan pangan yang diberikan pada keluarga pengungsi Rohingya sebanyak 25 kilogram beras per keluarga yang dibagikan tiap dua minggu.

Jumlah bantuan tersebut dengan perhitungan tiap keluarga terdiri dari lima orang. Kenyataannya banyak keluarga lebih besar dari itu.

Muhammad Hassen yang memiliki keluarga dengan 10 anggota termasuk tujuh anak perempuan jelas tidak mendapat pasokan pangan yang cukup.

Dia pun mengaku tak kuasa menahan untuk tidak menikahkan salah satu putrinya, Arafa, yang beri berusia 14 tahun.

“Seandainya kami berada di Rakhine saya tidak akan terburu-buru menikahkan anak saya. Saya petani dan memiliki sawah. Saya bisa memberi makan anak-anak saya. Tapi di sini saya tidak dapat melakukannya," ujarnya.

Banyak anak perempuan Rohingya yang menikah dini di Bangladesh hampir tidak mengenal calon suaminya.

Fatima, yang dinikahkan saat berusia 12 tahun sama sekali tidak mengetahui apa itu pernikahan.

“Orangtua saya menikahkan saya karena tidak mampu memberi makan saya. Saat menikah saya hanya berpikir suami saya yang akan memberi makan saya dan tidak mengerti apa yang akan dia lakukan terhadap saya,” kata Fatima.

(Artikel ini sebelumnya tayang di Kompas.com dengan judul "Anak Perempuan Rohingya Terpaksa Menikah demi Dapat Jatah Makanan")

Artikel Terkait