Tapi di saat yang bersamaan, ia juga sering mengikuti seminar kewirausahaan dan melahap buku-buku soal motivasi bisnis. Cita-citanya di awal pun goyah. Ia tidak lagi tertarik untuk menjadi pilot atau ekonom dan akuntan.
Bayangan untuk menjadi pengusaha mulai muncul di benaknya.
Otodidak tulen
Menjelang lulus SMA, usahanya semakin berkembang pesat. Saat itu lembaga bimbel yang ia miliki menghasilkan keuntungan bersih Rp25 juta per semester.
Sebagian dari jumlah itu dia gunakan untuk memutar kembali roda bisnisnya, yaitu dengan membuka cabang baru.
Melihat hasil yang bagus, ia meyakinkan diri bahwa gairahnya lebih ke arah bisnis dan bertekad untuk lebih serius lagi menekuni usahanya.
Dalam berbisnis ia adalah seorang otodidak tulen. Hamzah tidak lahir dari keluarga pengusaha, juga bukan alumnus sekolah bisnis. Tapi hal ini melecut semangatnya untuk terus belajar secara mandiri.
Karena itu, ia sering berdiskusi dengan banyak mentor, membaca buku seputar kewirausahaan dan biografi pengusaha terkenal.
Hamzah tidak merasa rugi kalaupun harus merogoh koceknya dalam-dalam untuk buku-buku itu. “Ini saya anggap sebagai investasi,” ujar pengidola Sandiago Uno ini. Semasa SMA, dia pernah membayar Rp7 juta untuk mengikuti pelatihan bisnis.
Dengan uang sebesar itu mungkin teman-teman sebayanya lebih tertarik untuk membeli ponsel pintar baru yang sedang ngetren.
Seiring waktu, bisnis bimbel Hamzah berkembang pesat. Dalam rentang dua tahun, utangnya yang ratusan juta itu terlunasi.
Konsistensi dan keprihatinannya berwirausaha kini tampak mulai berbuah manis. Jumlah cabang usaha bimbel yang diberi nama “Solusi” itu bertambah hingga empat. Ia juga tengah merintis untuk membeli usaha waralaba pendidikan anak usia dini (PAUD).
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR