Advertorial

Pensiun Dini Ala Bondan Winarno: Penghasilan Saya Malah Lebih Bagus Setelah Pensiun

Ade Sulaeman

Editor

Pensiun bagi Bondan hanyalah merubah jalur pekerjaan dari 'jalur cepat' ke 'jalur lambat'. Ia juga merasa lebih bisa melakukan banyak hal yang dulu tidak sempat dilakukannya saat masih bekerja
Pensiun bagi Bondan hanyalah merubah jalur pekerjaan dari 'jalur cepat' ke 'jalur lambat'. Ia juga merasa lebih bisa melakukan banyak hal yang dulu tidak sempat dilakukannya saat masih bekerja

Intisari-Online.com – Berhenti bekerja pada usia produktif bisa menjadi peristiwa menakutkan dalam hidup seseorang.

Tapi dengan modal persiapan dan bekal yang cukup, justru banyak hal yang bisa dilakukan pada masa pensiun dini.

Bagaimana kita menyiasati hari-hari panjang itu? Mari kita simak ulasannya berikut ini.

--

(Baca juga: Makan, Makan, dan Makan Terus, Bagaimana Cara Bondan Winarno Bisa Tetap Sehat?)

Sinar matahari pagi menyorot sebuah rumah mungil di kawasan perbukitan Sentul, Bogor. Suasana di dalam rumah terasa begitu tenang dan damai. Sesekali terdengar bunyi gemerincing windcime yang dihempas-hempas angin.

Di rumah bercat kuning itulah, Bondan Winarno, seorang penulis senior, menikmati hari-hari pensiunnya. Kesibukannya kini hanyalah berolahraga pagi, menjelajah internet untuk membuka e-mail atau chatting, lalu sisa waktunya untuk menulis.

"Sekarang saya merasa tenang dan lebih sehat," katanya sembari menatap kehijauan lapangan golf di samping rumahnya.

Desember 2003, Bondan memutuskan berhenti total dari segala rutinitas kerja kantoran, pada usia 53 tahun. Usia yang tergolong muda di tengah kariernya yang terus menanjak. Pekerjaan terakhirnya adalah Pemimpin Redaksi di sebuah surat kabar sore.

Memutuskan berhenti bekerja di usia yang masih terhitung produktif, menurut pria kelahiran Semarang ini, sungguh sulit. Ada-ada saja penghalang. Terutama dari teman-teman yang mengajaknya mengurusi berbagai bisnis.

Namun Bondan telanjur bertekad ingin menikmati hidupnya, terutama setelah semua anaknya menikah dan meninggalkan rumah.

"Selama bekerja kantoran dulu, waktu untuk keluarga rasanya kurang. Sekaranglah kesempatannya," jelas kakek dari enam cucu ini.

(Baca juga: Kisah Seorang Sopir Taksi yang Sangat Berterima Kasih pada Bondan Winarno)

Guncangan emosional

Mendengar cerita tentang hidup seorang pensiunan, sepintas memang terasa mengasyikkan. Sehari-hari hidup mereka tampak begitu tenang. Cerita-cerita indah selalu bertaburan.

Namun situasi itu ternyata tidak berlaku bagi semua orang. Bagi mereka yang terbiasa aktif, masa pensiun bisa menjadi hal paling menakutkan. Irama kerja, status, bahkan pemasukan yang sebelumnya pasti, mendadak berubah. Hidup seolah menjadi sesuatu yang berbeda dari sediakala.

Maka, tak terbayangkan jika kata "pensiun" tadi harus dihadapkan kepada pekerja berusia muda dan produktif. Dunia seperti dijungkirbalikkan, berubah 180 derajat!

Meta Trisasanti, konsultan sumber daya manusia dari DBM Indonesia, membenarkan bahwa akan timbul guncangan emosional dari seseorang yang mengalami perubahan dalam hidupnya.

Apalagi jika masa pensiun dipercepat dari usia kelaziman di sekitarnya, atau biasa disebut sebagai pensiun dini. "Karena itu, mental harus disiapkan," jelas Meta tentang kiat menghadapinya.

Menurut Meta, pensiun dini bisa terjadi karena dua hal, yaitu atas kehendak sendiri secara sukarela atau karena tuntutan keadaan. Seseorang yang pensiun atas kehendak sendiri tentu secara mental lebih siap, karena tindakan itu merupakan pilihan hidupnya.

(Baca juga: Bondan Winarno: Membungkus 'Nusantara' Lewat Bingkai 'Mak Nyus')

Namun bagi mereka yang berhenti bekerja karena terpaksa, akan timbul rasa terkejut, kecewa, atau marah.

Hal yang harus disadari para pekerja saat ini, pensiun dini terkadang menjadi hal yang tidak terhindarkan. Berbagai situasi bisa terjadi di luar perkiraan semua orang, hingga berakibat pada dunia usaha.

Misalnya kondisi perekonomian yang tidak menentu, perbedaan kurs mata uang yang tajam, kenaikan harga bahan bakar, atau persaingan usaha. Ujung-ujungnya, perusahaan tempat seseorang bekerja akan terkena dampaknya.

Persoalan di dalam diri karyawan itu sendiri, akibatnya juga tak kalah dahsyat. Pada suatu masa tertentu, seseorang bisa saja merasa lelah dan jenuh menghadapi pekerjaan sehari-hari. Pekerja seperti ini seolah telah kehilangan motivasi. Celakanya, untuk pensiun dini, dia tidak berani.

Karyawan yang kehilangan motivasi, menurut Meta, terlihat dari kinerjanya. Paling sederhana adalah soal presensi. Dia akan sering mangkir kerja dengan alasan sakit atau seringkali tidak terlihat ada di kantor.

"Situasi ini harus diselesaikan, karena merugikan perusahaan dan sesungguhnya pekerja itu sendiri."

Namun pensiun jangan dijadikan cara untuk menyelesaikan persoalan sesaat. Misalnya mengajukan pensiun dini karena emosi atau tidak cocok dengan atasan.

Atau karena berharap mendapat pesangon dan akan digunakan untuk membayar utang. Terhadap segala macam persoalan karyawan, perusahaan yang jeli biasanya akan melibatkan seorang konsultan SDM dalam menyelesaikannya.

Ubah persepsi

Seorang yang menghadapi pensiun dini karena penyebab apa pun, harus mempersiapkan diri. Persiapan tidak melulu soal menghadapi hari-hari berakhirnya pekerjaan, namun termasuk juga cara mengisi hari-hari mendatang atau bahkan kemungkinan melanjutkan karier.

"Yang harus diubah adalah persepsi pensiun itu sendiri. Pensiun dini bukanlah akhir, tapi lebih tepat seperti 'terlahir kembali'. Kita hanya berhenti bekerja di satu perusahaan, tapi tidak berhenti beraktivitas. Modalnya, kemampuan dan pengalaman yang telah didapat di pekerjaan terdahulu," jelas Meta.

Di sini seseorang calon pensiunan akan bisa melanjutkan hidupnya dengan mengenali potensi diri. Perusahaan yang peduli pada karyawannya biasanya akan melibatkan konsultan SDM untuk menggali potensi karyawannya yang akan pensiun.

Lewat pelatihan, seorang calon pensiunan diajak melihat hal-hal positif yang akan dihadapinya kelak.

Seseorang sebenarnya bisa mengetahui potensi dirinya dengan cara yang mudah, yaitu berdasarkan minat yang dirasakannya selama ini. Misalnya apakah seseorang menulis, memasak, pekerjaan bengkel, mengajar, dsb.

Semua dapat dijadikan modal untuk memulai sebuah pekerjaan baru tanpa harus terikat pada orang lain atau organisasi tertentu.

Di hari-hari pensiunnya, Bondan Winarno mengaku dapat lebih berkonsentrasi menulis. Kini ia lebih banyak menulis buku, bahkan dengan kualitas yang menurutnya jauh lebih baik.

la merasa lebih puas pada karya-karyanya sekarang karena dihasilkan dalam suasana yang lebih menyenangkan.

Pensiun bagi Bondan hanyalah merubah jalur pekerjaan dari "jalur cepat" ke "jalur lambat".

Dengan berpensiun, ia juga bisa melakukan banyak hal yang dulu tidak sempat dilakukan, termasuk memberi perhatian kepada orang-orang di sekitar.

Dikejar-kejar pekerjaan, menurutnya, hanya menghilangkan kesempatan bersosialisasi. Sesuatu yang sebenarnya sangat berharga.

"Penghasilan saya sekarang malah justru lebih bagus dibanding masih aktif bekerja di kantor dulu, karena ternyata malah banyak yang bisa dikerjakan," aku penulis masalah-masalah manajemen ini tanpa bermaksud meninggikan diri.

Peluang baru

Jika ingin dipandang optimis, seorang pensiunan dini sebenarnya mempunyai peluang besar untuk mewujudkan keinginan terpendamnya. Masa pensiun juga dijadikan awal untuk mencoba hal baru yang mungkin lebih menggairahkan.

Bahkan pengalaman baru ini bisa saja menghasilkan uang.

Merasa cukup meniti karir selama 13 tahun sebagai wartawan, Jubing Kristanto akhirnya memutuskan untuk mewujudkan keinginan lama sebagai musisi gitar. Kini, hari-harinya kembali cerah.

Kesibukannya sehari-hari tak jauh-jauh dari urusan musik. Mengajar, memberi seminar, menulis artikel, atau pertunjukan.

"Sekarang dunia musik lebih bergairah dibanding beberapa tahun lalu. Les musik dibanjiri peminat. Orang menyadari manfaat musik," ungkap Jubing tentang keberaniannya memensiunkan diri dan banting setir ke bidang lain, "Kalau bekerja di bidang yang dulu, rasanya sudah tidak sanggup."

Kenekatan Jubing bukan tanpa bekal. Semasa anak-anak, di Semarang, ia sudah terpikat pada gitar, terutama gitar klasik. Empat kali menjuarai festival tingkat nasional dan runner up tingkat Asean. Kuliahnya di Jurusan Kriminologi Universitas Indonesia, juga dibiayai dari memberi les privat gitar.

Menjelang masa pensiun, Jubing mempersiapkan diri dengan mengambil ijazah grade tiga. Ijazah langka yang memberinya bekal untuk mengajar para guru gitar dan memberikan seminar. "Di Indonesia cuma ada empat orang yang punya," katanya.

Sejak semula Jubing sadar bahwa pilihannya pensiun dini mempunyai konsekuensi terhadap penghasilan. "Jumlahnya memang turun," akunya. Namun atas izin istri tercinta, juga orangtua, hal itu tidak menjadi masalah besar.

"Asalkan masih bisa hidup layak. Selain itu pekerjaan baru ini juga bisa dilakukan dengan fun."

Berdasar pengalamannya, Meta mengungkapkan, beralih profesi kadang malah tidak bisa dihindari di saat seseorang terkena pensiun dini. Terutama jika saat seseorang harus keluar dari pekerjaannya, namun tidak mudah mendapatkan pekerjaan baru.

Karena tenaga-tenaga muda yang lebih dinamis dan memiliki kemampuan lebih, telah menguasai bursa kerja.

Sejauh pengamatan Meta di DBM, kalangan pekerja kelas bawah (blue collar) justru lebih siap menghadapi perubahan profesi. Pekerja berpenghasilan setara UMR umumnya memiliki usaha sampingan yang memberi sumbangan pemasukan tidak sedikit.

Ketika harus terkena rasionalisasi, bermodalkan pesangon, mereka tinggal mengembangkan usahanya.

"Berbeda dengan pekerja white collar yang sangat bergantung pada penghasilan rutin. Selain gaya hidupnya juga lebih tinggi, mereka juga tidak berani untuk mencoba berusaha," jelas Meta.

Pada pelatihan-pelatihan persiapan pensiun oleh konsultan SDM, peserta biasanya diajak untuk mengembangkan diri dengan cara berwirausaha. Di pelatihan juga ditekankan bahwa wirausaha tidak harus selalu dikerjakan sendiri.

Pensiunan bisa menanamkan modal dalam bentuk usaha franchise yang kini banyak ditawarkan.

Terbukti, sesungguhnya banyak hal yang bisa dikerjakan pada masa pensiun. Hilangkan kekuatiran, dan mulailah berkarya.

(Ditulis oleh T. Tjahjo Widyasmoro. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Extra – 30 Inspirasi Berani yang Akan Mengubah Hidup Anda!)

Artikel Terkait