Seperti melihat di GPS waktu tempuh perjalanan adalah 20 menit, dan Anda berkata, “Saya akan sampai dalam 10 menit.”
Hal ini sebenarnya adalah salah satu contoh dari fenomena psikologi yang disebut planning fallacy alias kesalahan perencanaan.
Penelitian mengungkap bahwa orang cenderung meremehkan berapa lama waktu untuk mengerjakan sesuatu bedasarkan pengalaman masa lalu.
DeLonzor menyebutnya sebagai “magical thingking” alias pemikiran magis, sebagai cara orang dewasa yang suka terlambat untuk memanjakan diri.
Cara mengatasinya adalah belajar untuk lebih realistis.
Misalnya, sebuah pekerjaan mungkin dapat diselesaikan dalam waktu 1 jam, namun 1.5 jam rasanya lebih realistis untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
Optimis dalam mengerjakan sesuatu memang perlu, namun ‘terlalu optimis’ kadang kala akan membawa kesulitan bagi Anda.
Gunakan waktu menunggu secara bijak
Menunggu merupakan waktu yang sangat membosankan.
Hal ini kadang ditakuti sebagian orang. Sampai mungkin secara tidak sadar muncul pemikiran “sebaiknya terlambat sedikit daripada harus menunggu lama”.
Menunggu, bagi sebagian orang terlihat canggung bahkan menyedihkan.
Seolah mereka menyia-nyiakan waktu sendirian, dan dilihat orang lain ‘menyedihkan karena sendirian’.
Fabrega menuliskan, “Waktu menunggu tidak sama dengan membuang waktu.”
Anda dapat memanfaatkan waktu menunggu dengan bijak.
Seperti membaca buku, mendengarkan lagu, atau mengerjakan dokumen dalam ponsel, atau hal lain yang perlu Anda kerjakan atau sukai.
Hal ini rasanya lebih baik daripada mencari-cari kesibukan seperti memeriksa sosial media atau bermain game dalam ponsel.
Waktu menunggu malah boleh jadi menjadi waktu berkualitas Anda dengan diri sendiri.
(Natalia Mandiriani)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR