Kebetulan Tatang yang saat itu tinggal di Bandung keluarga besarnya merupakan pengajin sepatu di Cibaduyut.
Berkat pemahaman terhadap pembuatan sepatu, alas terbalik yang diciptakan Tatang ternyata bisa digunakan dengan nyaman.
Dengan sepatu yang alasnya sengaja diciptakan terbalik itu, jika Tatang sedang bergerak maju makan tapak kakinya justru bergerak ke arah sebaliknya.
‘’Alas sepatu terbalik merupakan hasil kreasi saya sendiri dan bukan karena mendapat ide dari pendidikan sebagai sniper,’’ jelas Tatang, ‘’Dan alas sepatu terbalik itu terbukti efektif.
Pernah saya dikejar-kejar lima personel pasukan musuh tapi mereka berhasil saya kecoh. Saya cukup melompat dan bersembunyi di semak sementara para pengejar saya berlari-lari menuju arah yang berlawanan,’’ tambahnya.
Di samping lihai bersembunyi alias menghilang, Tatang juga mahir melacak jejak. Khusus korban yang berhasil ditembak di kepala biasanya darah yang berceceran di tanah ada campuran warna putih karena berasal dari cairan otak.
Sedangkan, jika darah berwarna merah dan jumlahnya banyak, korban biasanya kena di bagian dada. Dalam tugasnya sebagai sniper, Tatang juga dikenal mahir menembak pada jarak 900 meter.
Sasaran pada jarak 1000 meter juga masih bisa dijatuhkan tapi targetnya bukan di bagian kepala. Dalam operasi gabungan TNI, Lobato akhirnya tertembak mati tapi sisa-sisa pasukannya yang dikenal sebagai Falintil terus melancarkan perlawanan secara gerilya.
Komando Operasi Keamanan Timor Timur
Pada bulan Juni 1986, pasukan gerilya Falintil mulai menunjukkan kekuatan dengan menyerang pasukan Zeni TNI AD yang sedang bekerja membangun infrastruktur sehingga menyebabkan 16 personel pasukan gugur.
Serangan gerilya Falintil pimpinan Gusmao langsung membuat Pemerintah Pusat RI marah dan segera menggelar Komando Operasi Keamanan Timor Timur untuk memulihkan keadaan.
Sebanyak 3.200 pasukan TNI dari sejumlah batalyon termasuk pasukan khusus diturunkan didukung oleh pesawat transport dan tank lapis baja.
Di Timor Timur,tugas utama para staf khusus adalah menyiapkan pasukan yang baru tiba untuk bertempur melawan pasukan gerilya Falintil yang berada di gunung dan hutan.
Semua pasukan yang baru tiba di Timor Timur diberi pelatihan teknik Operasi Lawan Insurgensi (OLI) terlebih dahulu sebelum berangkat bertempur.
Sebagai prajurit berkualifikasi sniper kelas dunia, Tatang memberikan pelatihan khusus teknik menembak mahir, antigerilya, teknik raid, dan lainnya.Kadang Tatang juga turun ke medan tempur sebagai sniper untuk menghantam sasaran-sasaran terpilih.
Komando Operasi Keamanan Timor Timur yang digelar TNI akhirnya berhasil melumpuhkan perlawanan Falintil dan menangkap Xanana pada 20 November 1992.
Xanana kemudian dipenjara di LP Cipinang Jakarta hingga tujuh tahun. Tapi perjuangan Falintil yang kemudian memilih jalur politik makin mendapat simpati dunia internasional.
Setelah Pemerintahan Orde Baru runtuh pada tahun 1998,setahun kemudian Timor Timur lepas dari RI setelah diadakan jajak pendapat. Xanana pun dibebaskan dan setelah Timor Timur menyatakan merdeka pada 20 Mei 2002, Xanana terpilih sebagai presiden.
Lepasnya Timor Timur jelas merupakan peristiwa pahit bagi pasukan yang pernah bertempur matian-matian sedikitnya selama ima tahun.
Sebanyak 2.292 pasukan TNI dari berbagai satuan telah gugur,ratusan prajurit hilang, ribuan lainnya terluka dan cacat.
Tatang sendiri mengakui bahwa lepasnya Timor Timur selain membuat dirinya kecewa juga mengakibatkan semua perjuangannya dengan para rekan yang telah gugur seperti sia-sia.
Tapi itulah perang, pasukan TNI boleh saja menang secara militer tapi akhirnya harus menerima kekalahan secara politik.
Pak Tatang sendiri merasa terpukul atas lepasnya Timor Timur sehingga sejumlah tanda penghargaan dan sertfikat sebagai veteran Perang Timor Timur yang jika diurus bisa menambah jumlah uang pensiun ternyata tidak pernah digubrisnya.
Sikap Pak Tatang yang cenderung mengabaikan serfikat veteran Perang Timor-Timur itu ternyata dibawanya hingga dijemput ajal.
Pak Tatang wafat pada 3 Maret 2015 akibat serangan jantung. Para rekan seperjuangannya yang melayat semua terkejut atas sikap Pak Tatang yang tidak mau mengurus sertifikat veteran Perang Timor-Timur mengingat pemerintah memberikan tunjangan veteran sekitar dua juta rupiah tiap bulannya.
Kepada penulis Pak Tatang memang selalu menekankan bahwa perjuangannya dalam perang di Timor Timur adalah demi tegaknya NKRI dan bukan untuk mencari pangkat dan penghargaan.
‘’Kebetulan tugas saya adalah sebagai seorang sniper yang telah dilatih oleh negara, ya, saya harus bertempur seperti seorang sniper profesional. Bertempur dengan cara menyusup di garis belakang musuh, di jantung lawan untuk membuat kekacauan,’’ tegas Pak Tatang,
‘’Pengalaman tempur sebagai seorang sniper ini harus saya tularkan ke prajurit sniper TNI berikutnya sehingga akan bermanfaat dalam pertempuran. Selamat dalam peperangan, bisa pulang dan bercerita mengenai kisah tempurnya ’’ tambahnya.
Pak Tatang memang telah hampir tiga tahun meninggal dan dimakamkan di pemakaman umum dekat rumahnya karena ingin selalu dekat dengan keluarganya meskipun telah meninggal.
(Agustinus Winardi, penulis buku Satu Peluru Satu Musuh Jatuh Tatang Koswara Sniper TNI kelas Dunia diterbitkan Penerbit Buku Kompas 2015)
Penulis | : | Ade Sulaeman |
Editor | : | Ade Sulaeman |
KOMENTAR