Advertorial

Bencana Nuklir Jepang, Risikonya Nyaris Tak Terbayang dan Biaya Pemulihannya Besar Bukan Kepalang

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Jepang dikenal sebagai negara yang rawan gempa dan tsunami serta termasuk salah satu negara yang siap menghadapi bencana alam.

Tapi ketika pada bulan Maret 2011 gempa dalam skala 9.0 skala richter mengguncang Jepang dan disusul tsunami yang menghantam wilayah pantai Tohoku, Jepang pun kelabakan.

Lebih dari 15.000 ribu orang tewas atau hilang dan ratusan ribu bangunan serta infrastruktur hancur.

Jepang pun akhirnya meminta bantuan internasional untuk mengatasi bencana alam yang menyebabkan kerusakan hebat itu.

(Baca juga: Mengenang Chernobyl: Sempat Dianggap Bencana Nuklir Biasa, Ternyata Tewaskan Ribuan Nyawa)

Jepang bahkan menggambarkan bencana alam tahun 2011 merupakan bencana alam yang paling sulit ditangani seperti ketika Jepang pernah mengalami kesulitan karena menjadi pihak yang kalah dalam PD II.

Apalagi gelombang tsunami yang terjadi setelah gempa merupakan penyebab banyaknya korban karena datang menyerang secara bergelombang hingga tiga tingkat.

Banyak penduduk yang sudah berusaha menyelamatkan diri menuju daerah ketinggian tetap terhantam tsunami dan sebagian di antaranya terjebak oleh genangan air.

Gelombang tsunami yang datang berupa tembok air yang tinggi hingga puluhan meter juga menghantam bangunan-bangunan yang sudah ambruk terkena gempa sehingga kondisinya lebih parah dan banyak korban tertimbun di bawahnya.

Tsunami yang menghantam hunian pinggiran pantai selanjutnya menimbulkan banjir dan merusakkan kawasan vital seperti runway di Bandara Sendai.

Lumpuhnya Bandara Sendai jelas akan berpengaruh terhadap mobilitas bantuan internasional untuk menuju lokasi bencana.

Tidak hanya itu, kawasan pelabuhan Kuji dan Ofunoto, serta Rikuzentakata juga hancur total setelah dihantam tsunami tiga tingkat sehingga tidak bisa didatangi kapal.

Kota-kota di Prefektur Fukushima umumnya hancur dan butuh waktu lama untuk memulihkannya.

(Baca juga: Belum Juga Diserang Korut, AS Sudah Alami Bencana Nuklir)

Belum lagi kota-kota di Prefektur Miyagi yang terhantam gelombang tsunami sepanjang pantai dengan jarak hingga 670 km telah menghancurkan kota-kota penting seperti Hokkaido, Oarai, Ibaraki, Erimo, dan lainnya

Tapi di antara kota-kota lainnya yang dihantam tsunami, gelombang tsunami yang menghantam kawasan Ryori Bay, Ofunato termasuk paling tinggi karena gelombangnya mencapai ketinggian hingga lebih dari 30 meter.

Dengan ketinggian gelombang tsunami seperti itu kawasan lereng pegunungan yang seharusnya aman ternyata bisa tersapu hingga sepanjang 400 meter.

Di kawasan Miyako dan Tohoku yang terletak di Perfektur Iwate gelombang tsunami bahkan mencapai ketinggian 40,5 meter.

Ketinggian gelombang tsunami ini bahkan menjadi gelombang tsunami tertinggi yang pernah terjadi dalam sejarah serangan tsunami di Jepang.

Tidak hanya jutaan bangunan dan infrastruktur saja yang hancur, tjunami yang muncul akibat gempa juga menyebabkan kerusakan instalasi dan reaktor nuklir tenaga listrik di kawasan Fukushima.

Kerusakan reaktor nuklir itu lebih banyak berpengaruh secara psikologis kepada penduduk jepang.

Pasalnya trauma bom atom yang pernah menghantam Jepang pada masa PD II seolah bangkit lagi.

(Baca juga: [Foto] Beginilah Wajah Fukushima Empat Tahun Setelah Bencana Nuklir)

Akibat bocornya reaktor nuklir itu penduduk yang tinggal dalam radius 20 km terpaksa harus diungsikan.

Akibat kebocoran reaktor nuklir sebanyak sebelas reaktor listrik tenaga nuklir di Jepang langsung ditutup sehingga dalam waktu yang sama kota-kota di Jepang yang sedang terkena bencana dilanda padamnya listrik.

Untuk menangani kebocoran reaktor nuklir ketika sumber arus listrik dimatikan sebenarnya sudah tersedia diesel yang berfungsi sebagai penggerak air yang berungsi sebagai pendingin reaktor.

Tapi sejumlah mesin diesel cadangan itu ternyata rusak akibat hantaman tsunami. Demi menghindari ancaman radisai nuklir lebih dari 200.000 orang kemudian diungsikan secara tergesa-gesa.

Penanganan Nuklir

Pasca gempa dan tsunami di Jepang masalah yang kemudian muncul adalah masalah pengungsi yang mencapai lebih dari 340.000 orang.

Semua pengungsi mengalami krisis air bersih, kekurangan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan tempat tinggal.

Pasukan Bela Diri Jepang pun segera dikerahkan untuk mengatasi krisis disusul bantuan dari berbagai negara yang terus berdatangan.

Jepang bahkan minta secara khusus kepada negara-negara yang sudah pengalaman menangani bencana dan memilik fasilitas memadai seperti tim SAR dari Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan AS.

Jepang juga meminta agensi lembaga luar angkasa JAXA untuk melakukan foto satelit terhadap lokasi bencana sehingga berdasar foto-foto satelit itu para relawan dan tim SAR yang datang dari berbagai negara bisa segera bekerja secara terkoordininasi dan saling bersinergi.

Sesuai yang diminta Jepang secara khusus, AS kemudian mengirimkan tim dalam jumlah besar untuk mengatasi bencana di Jepang melalui operasi kemanusiaan bertajuk Operation Tomodachi.

Kekuatan tim penolong yang dikerahkan antara lain kapal induk USS Ronald Reagan dan kapal-kapal pengiringnya, unsur kekuatan udara USAF yang selanjutnya berpangkalan di Yokota Air Base, tim SAR khusus yang dikirim oleh Office of Foreign Disaster Assistance yang kekuatannya terdiri Urban Search and Rescue California Task Force 2 dan Virginia Task Force 1.

Selain menangani para korban gempa dan tsunami, tim SAR dari AS juga bekerja untuk membenahi fasilitas di Sendai Airport bekerja sama dengan tim SAR dari Kanada.

Seperti AS yang mendapat permintaan khusus dari Jepang, Australia yang juga mendapat permintaan khusus juga mengirimkan dua kapal perang HMAS Sydney dan kapal pendarat tank HMAS Tobruk yang dilengkapi sejumlah helikopter, pasukan zeni dan tim medis sesuai yang diminta oleh pemerintah Jepang.

Peralatan yang dibawa tim SAR juga disesuaikan dengan tugas berat yang dikerjakan seperti alat berat yang mampu mengangkat benda seberat 20 ton dan logistik dalam jumah besar.

Untuk mengirimkan personel SAR-nya, Australia mengerahkan tiga pesawat angkut berat C-17 Globemaster III.

Khusus untuk menangani bencana radiasi nuklir yang diakibatkan oleh pembangkit listrik bertenaga nuklir, Korea Selatan mengirimkan asam borak dalam jumlah besar yang berfungsi sebagai pendingin reaktor nuklir.

Fungsi asam borak ini juga bisa mencegah reaksi berantai kebocoran nuklir yang berakibat pada meledaknya efek berantai energi nuklir sehingga bisa menciptakan bahaya lebih besar lagi.

Selain mengirim piranti penjinak reaktor nuklir Korsel juga mengirimkan tim penyelamat yang dilengkapi tim anjing pelacak dalam jumlah besar.

Sementara dana yang dikucurkan Korsel untuk membantu penanganan bencana Jepang berjumlah lebih dari 37 juta dollar AS.

Rusia yang sudah memiliki pengalaman untuk menangani kebocoran nuklir yang pernah terjadi di Chernobyl juga mengirimkan timnya sebanyak 40 orang.

Tim penyelamat dari Rusia bahkan merupakan tim SAR dalam jumlah terbesar dan didukung oleh dua kapal tanker berbobot 150.000 ton untuk menyuplai bahan bakar, satu heli Mi-26, satu pesawat trasport Il-76, dan tiga kendaraan SAR untuk segala medan.

Perlu upaya pemulihan jangka panjang bagi korban bencana gempa dan tsunami Jepang karena kota-kota yang hancur untuk sementara waktu ditinggalkan oleh penduduknya.

Untuk mengatasi puing-puing yang berjumlah lebih dari 25 juta ton saja butuh waktu tahunan belum proses pembangunan kembali yang butuh waktu lebih lama lagi.

Sementara kerugian total yang dialami Jepang akibat bencana gempa dan tsunami tersebut mencapai jumlah lebih dari Rp4.500 triliun.

Tapi berkat bantuan dari 163 negara dan 43 organisasi relawan internasional, serta hampir satu juta orang relawan, dan dana yang juga “lumayan” besar karena jumlahnya mencapai lebih dari Rp100 triliun, bencana gempa dan tsunami di Jepang secara perlahan bisa teratasi.

Artikel Terkait