Advertorial

Dalam Perjuangan Kemerdekaan, Bahasa Indonesia Sesungguhnya Lebih ‘Tajam’ dari Peluru

Ade Sulaeman

Editor

Intisari-Online.com - Keputusan pemakaian Bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan yang dicanangkan melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, ternyata merupakan langkah yang tepat sekaligus memberikan blessing indisguise (berkah yang tak terduga) bagi bangsa Indonesia.

Pasalnya di tahun 1928 bangsa Indonesia masih dalam kondisi terpecah belah akibat sistem politik yang memang sengaja diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda.

Pengguaan Bahasa Indonesia oleh para pemuda demi memperjuangkan kemerdekaan RI paska tahun 1928, menjadi semakin fokus karena setiap ada pertemuan mereka langsung menggunakan Bahasa Indonesia dan bukan Bahasa Daerah atau Bahasa Belanda lagi.

Pemakaian Bahasa Indonesia di masa perjuangan secara tidak langsung juga telah menunjukkan bahwa mulai 28-10-1928, bangsa sesungguhnya sudah “merdeka” terlebih dahulu dalam pemakaian Bahasa Indonesia.

(Baca juga: Sumpah Pemuda: Membongkar Kepicikan Penjara Budaya yang Membuat Kita Hanya Tahu Kebenaran Menurut Diri Sendiri)

Saat itu Bahasa Indonesia yang berfungsi sebagai identitas bangsa, sekaligus juga telah menjadi amunisi untuk meneruskan perjuangan menuju kemerdekaan RI.

Penggunaan Bahasa Indonesia yang secara psikologis telah menyatukan para pejuang kemerdekaan dari berbagai daerah itu bahkan bisa dikatakan lebih tajam daripada penggunaan peluru di medan peperangan.

Pengguanaan Bahasa Indonesia sebagai penyemangat untuk menggelorakan perjuangan bangsa menemukan momentumnya ketika digunakan oleh para orator ulung seperti Bung Karno dan Bung Tomo.

Bahasa Indonesia dengan mantap telah digunakan untuk menuliskan teks Proklamasi 17 Agustus 1945 dan pidato menggelora Bung Tomo yang berakibat pada semangat berani mati para pejuang RI ketika bertempur di Surabaya pada 10 November 1945.

Maka lahirnya Bahasa Indonesia pada 28 Otober 1928 sesungguhnya telah memberikan banyak berkah yang tak terduga dan luar biasa bagi bangsa Indonesia hingga saat ini.

Pasalnya yang berjuang demi mendapatkan kemerdekaan bukan hanya para manusia dan senjatanya saja, tapi juga bahasa yang dipakai, Bahasa Indonesia, sebagai bahasa pemersatu serta bahasa perjuangan.

(Baca juga: Saat Seorang Murid SD Tak Mau Ucapkan Sumpah Pemuda karena Takut Mati)

(A. Winardi alumni Sastra Indonesia UGM tahun 1992)

Artikel Terkait