Istimewanya, mereka juga membangun rumah sang Gubernur Jenderal, kini Gedung Departemen Keuangan, di Lapangan Banteng.
Namun Daendels tak sempat tidur-tiduran di rumah super mewah itu sebab keburu diminta balik ke Belanda untuk tugas baru.
Di bangunan hebat tanpa perencanaan dana, bermaterial konstruksi dari benteng dua abad lalu buatan Jan Pieterszoon Coen, itu masih terbaca jelas tulisan di dekat tangga besarnya: "MDCCCIX - Condict DAENDELS - MDCCCXXVIII - Erixit du BUS".
(Baca juga: Ternyata, Bukan Thomas Stamford Raffles yang Pertama Menemukan Bunga Rafflesia, Lalu Siapa dong?)
Jangan lupa, Daendels juga begitu tega dan semena-mena "membereskan" pertikaian bersenjata dengan pimpinan Kesultanan Cirebon, menangkap Sultan Banten, menurunkan paksa Sultan Mataram dari Yogyakarta, bahkan mempermalukan Susuhunan Surakarta.
Mungkin, sikap militeristik Daendels inilah (pemerintahannya berakhir pada 1811), yang bikin banyak pembesar Jawa pelan-pelan menerima kedatangan tentara Inggris.
Teruskan Jln. Raya Pos
Demi strategi militer dan kelancaran komunikasi antarkota dan daerah, Daendels memerintahkan semua pejabat asli Jawa untuk menata ulang jalur jalan raya tanah bebatuan di wilayahnya, atau membuat jalur jalan baru yang saat itu belum memakai aspal, apalagi semen betonan.
Pekerjaan yang dikabarkan pustaka klasik sebagai karya selama setahunan, dengan pencapaian sekitar 1.000-an km (Anyer - Panarukan) itu tak hanya hebat, tapi juga menewaskan ribuan orang Jawa sepanjang pembuatannya.
Jalan raya de grote postweg atau Jln. Raya Pos ini dibuat demi kelancaran arus tapak kuda, kaki kerbau, sapi penghela roda kereta, cikar pedati, dan angkutan benda pos mulai surat hingga jasa pengiriman lainnya.
Namun pembuatan jalan ini sebenarnya bukan orisinil ide Daendels.
Jauh hari sebelumnya, aktivitas pengiriman benda "pos darat" sudah ada di masa pemerintahan Gubjen Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1746).
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR