Advertorial
Intisari-Online.com -Minggu (15/10/2017) sore kemarin menjadi hari yang kelabu dan sendu bagi persepakbolaan Indonesia.
Kapten sekaligus penjaga gawang Persela Lamongan, Choirul Huda meninggal dunia saat pertandingan Liga 1 kontra Semen Padang.
Dilaporkan Huda meninggal akibat benturan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues.
(Baca juga:18 Tahun Mengabdi, Choirul Huda Meninggalkan Persela Lamongan untuk Selama-lamanya)
Petugas medis mencoba memberikan pertolongan pertama dengan alat bantu oksigen. Lalu melarikan pria berusia 38 tahun itu ke rumah sakit.
Sayangnya, nyawa Huda tidak bisa diselamatkan. Ia menghembuskan napas terakhirnya sekitar pukul lima sore hari.
Di sisi lain, kejadian ini berarti pekerjaan rumah bagi PSSI, di mana mereka harus memberi pelatihan khusus terkait tindakan penangan cedera olahraga.
Alfan Nur Asyhar, dokter tim nasional U-16 Indonesia, mencoba menjelaskan tindakan pertama yang perlu dilakukan bila menghadapi kasus serupa dikutip dari kompas.com.
Nah ini yg jadi pekerjaan rumah federasi (PSSI) beserta jajaran komite medisnya untuk memantapkan apakah SOP di tingkat bawah sudah sesuai atau belum?(Baca juga:Fernando Torres dan Mereka yang Hampir Mati di Lapangan Sepakbola Gara-gara Lidah Tertelan)Pelatihan kasus emergency for sports injury mutlak harus diperlukan dan diajarkan untuk semua tingkatan mulai pemain, ofisial, dan tim medis.
Dikarenakan pengetahuan akan tindakan yang tepat dan cepat merupakan goal seorang atlet akan bisa hidup/cacat/bahkan meninggal dunia.
Saya mengamati kalau publik sekarang baru menyoroti kinerja tim medis. Namun, semua tidak bisa ditimpakan ke tim medis.
Permasalahnnya kompleks dari manajemen federasi sampai ke knowledge dan skill tim medis beserta fasilitas kesehatan yg tersedia.
Syukur sudah ada tim medis yang bekerja daripada tidak ada sama sekali. Nah, ini yg harus cek dan ricek.
Saya rasa perhatian untuk medis sangatlah penting dari federasi tidak hanya pada sistem kepelatihannya saja, karena peran medis juga vital dalam peningkatan prestasi atlet.
Mengeluarkan budget yang besar untuk medis saya rasa bukanlah kerugian.
Kalau pengalaman saya melihat dan membandingkan peralatan medis tim negara Jepang, Korea, dan bahkan Eropa lainnya sudahlah sangat standar.
Kebetulan saya sendiri pernah mengikuti medicine football yg diselenggarakan oleh AFC/FIFA beberapa tahun lalu.
Beberapa tahun lalu sempat ada pelatihan tentang sports injury utk tim medis liga. Tapi Setelahnya kok tidak ada lagi. Ini yang harus kita pertanyakan lagi ke federasi. Kegiatan seperti itu sangatlah penting dan bermanfaat.
Ilmu pengetahuan tentang sports injury mutlak ditambahkan dan diajarkan ke tenaga medis yg bertugas.
Terkadang yang bertugas sebagai tim medis bukanlah seorang dokter, kadang fisioterapi, masseur, dan tenaga paramedis.
Beberapa yang saya amati belum memenuhi standard medis. Ini yang harus federasi bantu utk pemenuhannya.
Mulai dari obat-obatan, alat emergency musculosceletal, emergency cardiorespiration, AED (defibrilator jantung), alat cek suhu udara dan kelembaban. Soal SDM perlu di upgrade ilmunya juga.
Terjadinya kolaps atau pun susah napas di lapangan memang harus diselesaikan manajemennya di dalam lapangan sampai atlet bisa napas spontan sehingga dibawa ambulans dalam keadaan stabil.
Memang ada beberapa perbedaan antara cervical injury (cedera leher) dengan head injury ataupun thoracal injury (dada)
Karena perbedaan itulah bisa mengakibatkan fatal, hal ini juga harus dikuasai tim medis.
Benturan fatal dalam sepakbola sering terjadi. Salah satunya pernah terjadi pada Fernando Torres (Atletico Madrid).
Bedanya dengan kasus Huda, pemain dalam lapangan sudah paham apa yang harus dilakukan sambil menunggu tim medis masuk lapangan.
Sementara pemain kita belum tahu akan hal itu.
Ketika Torres tidak sadarkan diri setelah kepalanya mendarat terlebih dulu ke lapangan, salah seorang pemain Atletico segera memberikan pertolongan pertama dengan membuka mulut Torres.
(Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul: "Belajar dari Choirul Huda, perlu ada pelatihan khusus cedera olahraga")