Salah satu solusi yang kemudian muncul tidak hanya mencerminkan kebrutalan tentara Jepang tapi senjata pemusnah massal yang dioperasikan tanpa perikemanusiaan.
(Baca juga: Siapa Sangka, Kota yang Kini Sangat Megah Ini Pernah Jadi Ajang Pembantaian Pasukan Jepang Pada PD II)
Pasalnya, sumber daya personel militer yang terbatas itu harus digantikan dengan senjata yang sangat efektif membunuh musuh , senjata biologi.
Salah satu tokoh militer Jepang yang kemudian ditugaskan untuk mendalami senjata biologi adalah Mayor Teronobu Hasebe bersama 40 ilmuwan lainnya.
Tapi setelah sekian tahun memimpin tim pembuat senjata kuman itu, progress penelitian tim Hasenebe belum menunjukkan hasil yang signifikan sampai kemudian muncul seorang ilmuwan maniak Jepang yang juga dokter ahli bedah, Ishii Shiro.
Sebagai seorang dokter pendiam yang gemar meneliti organtubuh manusia sekaligus perkembangan kuman, Shiro yang kerap membayangkan bereksperimen dengan manusia hidup merasa menemukan jalan terang.
Maka tidak merupakan hal aneh, Shiro yang lulus dari Kyoto University pada tahun 1920 itu ,memanfaatkan betul peluangnya sewaktu mendapat tawaran untuk mengembangkan kemampuan ilmunya dari Angkatan Darat Jepang.
Setelah sekitar 4 tahun bekerja di departemen penelitian AD Jepang, sebagai seorang peneliti senjata biologi kemampuan Shiro di bidang ilmu bakteri ternyata sangat menonjol.
Kecerdasan Shiro itu membuat AD Jepang terkesima dan kemudian memerintahkannya untuk mendalami ilmunya tentang bakteriologi di Kyoto University.
Tahun 1927, Shiro yang memang berotak cemerlang berhasil meraih gelar Doktor (Phd) sekaligus menikahi puteri Torasaburo Akira yang saat itu menjabat sebagai rektor atau presiden Kyoto University.
Tak lama kemudian Shiro yang berpangkat Kapten telah memiliki berbagai konsep temuan senjata biologi kembali bergabung dengan militer Jepang.
(Baca juga: Waduh, Elon Musk Prediksi Perang Dunia III tapi Penyebabnya Bukan Perang Nuklir. Lalu Apa dong?)
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR