Advertorial

Inilah 'Warisan' Senjata Kimia Agen Oranye yang Disemprotkan Amerika Selama Perang Vietnam

Moh Habib Asyhad

Editor

Ada hubungan antara senjata kimia Agen Oranye yang disemprotkan selama Perang Vietnam dengan meningkatnya kadar hormon tertentu pada wanita dan anak-anak Vietnam.
Ada hubungan antara senjata kimia Agen Oranye yang disemprotkan selama Perang Vietnam dengan meningkatnya kadar hormon tertentu pada wanita dan anak-anak Vietnam.

Intisari-Online.com -Senjata kimia yang digunaka Amerika selama Perang Vietnam ternyata berbuntut panjang. Ia disebut berkontribusi terhadap fenomena ketidakseimbangan hormon bayi-bayi Vietnam yang baru lahir setengah abad kemudian.

Sebuah studi baru menghubungkan paparan Agen Oranye, sebutan senjata kimia itu, yang disemprotkan selama Perang Vietnam dengan meningkatnya kadar hormon tertentu pada wanita dan anak-anak yang mereka susui dalam beberapa dekade kemudian.

Hormon ini, tulis studi itu, berpotensi menempatkan mereka pada risiko kesehatan yang lebih gawat.

(Baca juga:5 Senjata Kimia Paling Mematikan Sepanjang Sejarah, Sudah Makan Banyak Korban Jiwa Tak Berdosa)

Penelitian sebelumnya juga menunjukkan hubungan antara paparan herbisida yang mengandung bahan kimia yang disebut dioksin—seperti Agen Oranye—dengan kanker prostat pada pria.

Studi baru itu, yang dilakukan oleh periset dari Universitas Kanazawa Jepang, mengungkapkan untuk pertama kalinya dampak paparan dioksin pada wanita dan bayi.

Dan masalahnya adalah, senjata kimia yang dikonsentrasikan di pangkalan militer Amerika Serikat di Vietnam Selatan telah mengalami kebocoran, yang mencemari tanah dan sumber air bersih.

Studi yang dipimpin oleh Prof. Teruhiko Kido itu menulis: “Pusat dioksin di Vietnam Selatan adalah daerah tercemar terparah di dunia.”

“Kami tahu paparan dioksin berdampak pada kadar hormon kami, dan kami ingin mengetahui apakah ini telah melewati generasi ke generasi dan berpotensi membahayakan bayi di era sekarang.”

Agen Oranye adalah salah satu herbisida yang terkontaminasi dioksin yang disemprotkan selama Perang Vietnam dan digunakan dalam berbagai kegiatan industri dan pertanian.

Penggunaannya telah menyebabkan munculnya pusat kontaminasi dioksin, dengan konsentrasi bahan kimia dua sampai lima kali lipat lebih tinggi dibanding yang tak terkontaminasi.

Dioksin tergolong sebagai endocrine-disrupting chemicals (EDC) yang mengganggu kerja hormon untuk saling berkirim pesan satu dengan yang lain di dalam tubuh.

EDC telah menyebabkan cacat lahir, kanker, dan gangguan perkembangan saraf.

(Baca juga:Para Teroris Mulai Gunakan Senjata Biologi, Indonesia Perlu Makin Waspada)

Secara khusus, dioksin memiliki efek pada hormon yang disebut Dehydroepiandrosterone (DHEA), yang bertanggung jawab untuk menciptakan karakter pada pria dan wanita.

Dioksin merusak keseimbangan ini, yang menyebabkan masalah dan kerusakan kesehatan.

“Beberapa dekade setelah perkembangan industri dan bahan kimia yang dilepaskan selama Perang Vietnam telah menyebabkan tingginya kadar dioksin di tanah dan atmosfer dan orang-orang menyerap bahan kimia itu dari makanan yang mereka makan dan udara yang mereka hirup,” ujar Kido.

Dalam studi baru yang dipublikasikan di jurnal Science of the Total Environmen, para peneliti menganalisis 104 wanita beserta bayi mereka yang baru lahir dari dua lokasi yang dipilih dengan cermat.

Lokasi pertama berada di sebuah tempat di Vietnam Utara yang tidak diduduki oleh militer Amerika Serikat dan lokasi kedua adalah Bien Hoa, sebuah kota industri di mana Amerika menyimpan sekitar 50 persen Agen Oranye yang digunakan dalam perang tersebut dan setidaknya ada empat kebocoran yang terjadi antara 1969 dan 1970 di sana.

Meskipun ada eliminasi alami pada kadar dioksin dalam lima dekade terakhir, sampel lingkungan dan manusia di sekitar daerah itu masih menunjukkan adanya kandungan bahan kimia tinggi di sana.

Para ilmuwan menganalisis tingkat dioksin pada ASI ibu dan menguji sampel air liur non-invasif pada bayi untuk menguji kadar hormon DHEA.

Hasilnya menunjukkan peningkatan hampir tiga kali lipat DHEA pada bayi di daerah terkontaminasi dioksin dibanding bayi yang di luar wilayah itu. para peneliti menyimpulkan, ada perpindahan dioksin dari ibu ke bayi melalui pembuluh darah umbilikus dan ASI.

(Baca juga:Selain Cerminan Kehancuran Militer AS, Perang Vietnam Juga Menunjukkan bahwa Komunis Sulit Ditaklukkan)

“Studi kami menegaskan betapa sensitif dan rentannya anak-anak terhadap toksin lingkungan yang dialami orangtua mereka dan bahkan generasi sebelumnya,” tambah Prof. Kido.

Kini para periset berencana mengikuti pertumbuhan anak-anak itu hingga usia 10 tahun untuk menilai secara lebih akurat pengaruh endokrin paparan dioksin selama kehamilan dan awal kehidupan.

Artikel Terkait