Advertorial

Heboh Situs Nikahsirri.com: Inilah Aturan Hukum Mengenai Hak Waris Istri Siri dan Anaknya

Ade Sulaeman

Editor

Apakah istri simpanan, yang dinikahi secara siri, berikut anak yang lahir dalam pernikahan tersebut berhak memperoleh hak waris?
Apakah istri simpanan, yang dinikahi secara siri, berikut anak yang lahir dalam pernikahan tersebut berhak memperoleh hak waris?

Intisari-Online.com -Aris Wahyudi, pemilik sekaligus pendiri situs www.nikah sirri.com di tangkap olehTim Cybercrime Krimsus Polda Metro Jaya, Minggu (24/9/2017).

Mantan calon Bupati Banyumas tersebut dikenakantuduhan melakukan tindak pidana ITE dan atau pornografi.

"Tersangka akan dikenakan Pasal 4, Pasal 29 dan Pasal 30 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta Pasal 27, Pasal 45, Pasal 52 ayat (1) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE," kata Kepala bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.

Selain berisi konten pornografi, situs nikahsirri.com juga menawarkan fasilitas lelang perawan dan juga menyediakan jodoh serta wali.

Dengan slogan bertuliskan "Mengubah Zinah menjadi Ibadah", situs ini ingin memfasiltiasi mereka yang ingin melakukan nikah sirri.

Apa yang terjadi jika situs ini tetap berjalan?

Salah satu yang menjadi permasalahan adalah mengenai status anak yang lahir saat pernikahan siri berlangsung.

Tanpa ada ikatan hukum, konon baik istri maupun anak dalam pernikahan siri tidak memiliki kekuatan untuk memperoleh hak-haknya.

Salah satunya berupa hak waris.

Namun, benarkah seburuk itu nasib anak yang lahir dalam pernikahan siri? Simak dalam contoh kasusberikut ini:

---

Pengasuh rubrik yang budiman,saya seorang Ibu dengan dua orang anak. Suami saya meninggal 2 tahun yang lalu.

Sebelum meninggal, suami memberikan surat wasiatuntukkedua anak saya.

Suami sayajugamemilikiistrisimpanan yang dinikahi secara siri dan sekarangistri simpanan tersebut meminta bagiannya juga untuk anaknya.

Yang mau saya tanyakan, apakah saya mendapatkan bagian dari warisan suami saya?

Apakah istri simpanan yang dinikahi secara siri dapat menerima bagian juga?

Apakahaturan hukum mengenai hak waris istri simpanan dan anaknya?

Untuk sekedar informasi, saya dan keluarga beragama Kristen, terimakasih.

Valerie

Jakarta

--

Jawaban

Salam Ibu Valerie,

Terimakasih telah melayangkan pertanyaan kepada kami.

Mengenai pewarisan bagi yang beragama Kristen, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pada Buku Kedua tentang Kebendaan.

Menjawab pertanyaan Anda mengenai bagian bagi istri, maka hal tersebut diatur dalamPasal 852a alinea ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

“Dalam halnya mengenai warisan seorang suami atau istri yang meninggal terlebih dahulu, si istri atau suami yang hidup terlama, dalam melakukan ketentuan-ketentuan dalam bab ini, dipersamakan dengan seorang anak yang sah dari si meninggal dengan pengertian, bahwa jika perkawinan suami istri itu adalah untuk ke dua kali atau selanjutnya, dan dari perkawinan yang dulu ada anak-anak atau keturunan anak-anak itu, si istri atau suami yang baru tak akan mendapat bagian warisan yang lebih besar daripada bagian warisan terkecil yang akan diterima oleh salah seorang anak tadi atau dalam hal bilamana anak itu telah meninggal lebih dahulu, oleh sekalian keturunan penggantinya, sedangkan dalam hal bagaimanapun juga, tak bolehlah bagian si istri atau suami itu lebih dari seperempat harta peninggalan si meninggal.”

Dari Pasal 852a di atas, dapat disimpulkan bahwa Ibu memiliki hak untuk mendapatkan bagian waris.

Anda sebagai istri yang sah secara hukum berhak untuk mendapatkan bagian mutlak, yaitu sebesar 1/3 (sepertiga) bagian dari harta waris.

Bagian mutlak diatur dalamPasal 913 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

“Bagian mutlak ataulegitime portie, adalah suatu bagian dari harta peninggalan yang harus diberikan kepada para waris dalam garis lurus menurut undang-undang, terhadap bagian mana si yang meninggal tak diperbolehkan menetapkan sesuatu, baik selaku pemberian antara yang masih hidup, maupun selaku wasiat.”

Sementara menyangkut pertanyaan Anda yang kedua mengenai apakah istri simpanan yang tidak mendapatkan waris, pada dasarnya Kitab Undang-undang Hukum Perdata menganut asas monogami, sehingga bagian bagi pasangan yang tidak mencatatkan perkawinannya pada catatan sipil maka tidak mendapat bagian waris.

Begitupun dengan anak yang dikandung maupun anak yang telah lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut sejalan dengan yang diatur dalamPasal 908 Kitab Undang Hukum Perdata, yang berbunyi:

“Apabila bapak dan ibu sewaktu meninggal, meninggalkan anak-anak yang sah lagi pun anak-anak luar kawin namun dengan sah telah diakui, maka mereka terakhir tak diperbolehkan menikmati warisan yang lebih daripada yang diberikan kepada mereka menurut bab ke dua belas dari Kitab ini”

Sehingga dalam perkara Anda ini, Anda harus memastikan apakah anak yang lahir dari perempuan tersebut telah diakui atau belum.

Apabila telah diakui oleh Suami Anda sebelum beliau meninggal maka anak tersebeut memperoleh bagian waris.

Mahkamah Konstitusi dalam mengujiPasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinantelah memutuskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, bahwa Pasal 43 ayat (1) tersebut harus dibaca:

Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.

Dari peraturan diatas, dapat dilihat bahwa jika sebelum meninggal suami Anda telah melakukan serangkaian tes sehingga didapatlah bahwa suami Anda merupakan ayah biologis anak dari perempuan tersebut dan telah diakui sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan, maka anak tersebut dapat mewaris dari suami Anda.

Demikianlah jawaban Kami mengenai aturan hukum mengenai hak waris istri simpanan dan anaknya,kiranya dapat memberikan faedah.

(LBH Mawar Saron)

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Artikel Terkait