Penulis
Intisari-online.com -Izin konsesi kelapa sawit seluas 52.151 hektar di Papua Barat telah ditolak oleh pemerintah lokal di provinsi Papua Barat, dilanjutkan disusul ratusan hektar lahan lainnya di Papua Barat.
Penyebabnya adalah pelanggaran oleh pemegang izin.
Tindakan ini mengikuti ulasan izin terbaru, dilakukan oleh pemerintah Papua Barat yang bekerja dengan KPK dan LSM EcoNusa.
Ulasan untuk 24 pemegang izin di Papua Barat tunjukkan pelanggaran administrasi dan hukum.
Dikutip dari Kompas.id, sebanyak 6 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat tidak memenuhi syarat dalam menjalankan usahanya.
Hal yang sama juga dikabarkan akan menimpa 10 perusahaan lain dengan total luas lahan mencapai 224.044 hektar.
Melansir mongabay.com, ulasan dari pemerintah lokal Papua Barat merekomendasikan pencabutan izin 12 konsesi di 5 distrik Papua Barat, total mencapai 267.857 hektar.
Tiga perlima dari lahan yang hendak disulap menjadi perkebunan kelapa sawit ini masih merupakan hutan perawan Papua.
Sembilan dari 12 pemegang konsesi tidak memiliki izin hak guna usaha, atau HGU, izin terakhir dalam rangkaian izin yang harus dimiliki perusahaan kelapa sawit sebelum diperbolehkan membuka perkebunan di suatu tempat.
Artinya mereka belum mulai membersihkan wilayah saat mereka seharusnya sudah melakukannya, yang melanggar administrasi yang berlaku.
Tiga pemegang konsesi lainnya ditemukan juga tidak memiliki izin yang diperlukan, atau beroperasi dengan izin yang sudah kadaluarsa.
12 pemegang izin adalah PT Rimbun Sawit Papua di distrik Fakfak, PT Menara Wasior di distrik Teluk Wondama, PT Bintuni Sawit Makmur dan PT HCW Papua Plantation di distrik Teluk Bintuni, PT Inti Kebun Lestari, PT Papua Lestari Abadi, PT Cipta Papua Plantation dan PT Sorong Agro Sawitindo di distrik Sorong, dan PT Anugerah Sakti Internusa, PT Internusa Jaya Sejahtera, PT Persada Utama Agromulia dan PT Varia Mitra Andalan di distrik Sorong Selatan.
Sebagai bagian dari penilai izin para pemilik usaha, KPK mengatakan penting untuk melindungi hutan hujan tropis yang nasibnya tidak jelas karena konsesi tersebut.
"Kita tidak ingin apa yang telah terjadi di pulau lain juga terjadi di Papua," ujar Dian Patria, Koordinator Wilayah Koordinasi dan Pengawasan Pencegahan Korupsi KPK, dalam kesempatannya konferensi pers di Jakarta.
Pencabutan izin terjadi setelah bertahun-tahun masyarakat adat di Papua Barat memperjuangkan pengakuan hak atas tanah mereka, dan mempertahankan wilayah mereka dari perusahaan kelapa sawit.
20 Mei lalu, lebih dari 200 suku asli berbaris di kantor distrik Sorong Selatan untuk memprotes perusahaan kelapa sawit dan menuntut pemerintah segera menyelesaikan ulasan izin para pemilik usaha tersebut.
"Hari ini, kami dari suku Adat Tehit datang ke sini menolak para perusahaan kelapa sawit," ujar pemimpin pengunjuk rasa Yuliana Kedemes.
"Kami tidak memperbolehkan mereka datang kemari karena di mana nantinya anak dan cucu kami tinggal di masa depan?
"Sehingga kami meminta pemerintah mencabut izin kelapa sawit."
Pusaka, LSM yang bekerja dengan komunitas Adat di seluruh Indonesia, menerima keputusan pemerintah provinsi untuk mencabut izin sawit tersebut dan menyebutnya langkah tepat menuju pengukuhan hak dan memenuhi kebutuhan warga Adat di Papua Barat.
"Kebijakan untuk mencabut izin perusahaan adalah upaya hukum yang tepat untuk mengakhiri ketimpangan ekonomi dan sosial sebagaimana pula dengan penanganan hutan berkelanjutan." ujar LSM tersebut.
Namun menurut Dian, langkah pencabutan izin ini belum cukup.
"Tentu saja hal ini tidak berhenti di pencabutan izin. Hal paling penting adalah apa selanjutnya?" ujarnya.
Bahkan jika pemegang konsesi telah dicabut izinnya, pemerintah masih bisa memberikan isu ini ke pemerintah lain.
"Jangan biarkan hal ini terjadi," ujar Dian.
"Kami berharap dan mendorong lahan yang akan dikonsesi menguntungkan warga."
Karena pemerintah bisa dengan mudah memberikan izin baru, hutan dalam konsesi ini masih terancam, ujar Franky Samperante, direktur Pusaka.
Itulah sebabnya pemerintah seharusnya memberi pencabutan izin dengan mengenali hak Suku Adat yang tinggal di dalam hutan untuk memberi mereka izin menangani hutan demi kehidupan mereka sekarang dan di masa depan.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini