Penulis
Intisari-Online.com – Tidak melulu karena faktor pola makan, gejala sakit mag pada anak bisa juga terjadi karena berbagai penyebab. Antara lain stres, bahkan bakteri. Anak juga perlu diedukasi untuk menjaga kesehatan pencernaannya.
Elisha (6) tidak demam, tapi ia terus mengaduh sembari memegangi perutnya. Orang tuanya bingung karena Elisha juga mengaku sakit perut tapi bukan karena ingin buang air besar. Ketika gejala itu mulai disertai mual dan muntah, segera ia dibawa ke rumah sakit.
Betapa terkejut orang tua Elisha, ketika dokter menyampaikan putri mereka sakit mag. Soalnya menurut orang tua itu, anaknya selalu makan tepat waktu dan teratur.
Mereka baru mengerti setelah dokter menjelaskan, mag pada anak-anak terjadi bukan saja karena faktor pola makan. Bisa juga dipicu oleh bakteri dan stres.
Baca Juga : Duh, Ternyata Obat Maag Bisa Bikin Tulang Keropos dan Anemia Jika Dikonsumsi dalam Jangka Panjang
Biang keladinya adalah bakteri Helicobacter Pylori. Bakteri nakal ini menyebabkan peradangan pada lapisan lambung sehingga menimbulkan berbagai masalah pada lambung. Kemungkinan paling besar, bakteri ini masuk ke tubuh melalui makanan dan minuman yang tercemar serta kontak dengan orang lain.
Helicobacter Pylori merupakan jenis kuman yang bisa ditemukan di mana saja. Paling sering berkembang biak di lingkungan yang tidak terjaga kebersihannya. Namanya saja kuman, sifatnya menular.
Sehingga jangan heran jika infeksi bakteri pada lambung bisa saja terjadi pada anak. Anak bisa tertular melalui lingkungan bermain, sekolah, rumah, bahkan makanan yang kurang bersih dan sehat.
Anak yang mengalami peradangan lambung karena infeksi bakteri Helicobacter Pylori bisa mengalami gejala yang variatif. Seperti kembung, mual, perut nyeri melilit, hingga yang paling parah terjadi perdarahan di lambung.
Baca Juga : Khusus Penderita Maag, Inilah Makanan Terlarang Saat Berpuasa
Kalau sudah terjadi luka di lambung biasanya ditandai dengan muntah darah dan tinja yang menghitam.
Awas, bahaya makanan instan
Kabar baiknya, faktor risiko infeksi bakteri Helicobacter Pylori yang memicu sakit lambung pada anak-anak sebenarnya tidaklah terlalu tinggi. Tetap ada penyebab-penyebab lain yang membuat kadar asam lambung tidak seimbang sehingga mengganggu proses pencernaan.
Misalnya, pola makan yang tidak teratur dan jarang makan. Kita tahu, ada sebagian anak yang malas makan, hingga bisa membuat lambungnya yang kecil itu terganggu.
Baca Juga : 5 Manfaat Kayu Manis Yang Kamu Belum Tahu, Salah Satunya Mengobati Maag
Anak-anak yang suka mengonsumsi makanan yang tidak baik dan kurang cocok bagi lambung juga berisiko mengalami sakit mag. Seperti makanan yang terlalu pedas, asam, dan bersantan. Makanan modern seperti mi instan dan sejenisnya juga menjadi penyebab yang paling berisiko.
Dokter spesialis anak RS Bunda Jakarta, dr. Y. Yafri Razak. SpA, menjelaskan, makanan semacam itu mengalami proses pencernaan yang lama di lambung sehingga asam lambung terus berproduksi. Semakin lama makanan dicerna di lambung, maka semakin tinggi pula risiko iritasi lambung.
Selama ini mungkin kita berpikir yang paling berbahaya dari makanan instan adalah bahan pengawet dan bumbu buatannya.
Padahal yang justru lebih berbahaya adalah lamanya proses pencernaannya. “Banyak orang tua yang belum sadar bahayanya. Umur empat tahun sudah makan mi instan. Orang dewasa saja tidak baik mengonsumsi makanan itu, apalagi anak-anak,” kata Yafri.
Baca Juga : Minum Susu Kok Malah Sakit Perut? Coba Atasi dengan Latihan Ini
Minuman soda dan kopi juga memicu keadaan yang kurang stabil dalam lambung. Kedua minuman tersebut sama-sama mengandung kafein yang merangsang keasaman lambung.
Selain itu, minuman soda dengan kandungan CO2-nya menghambat produksi enzim yang penting untuk proses pencernaan. Kondisi ini bisa semakin parah kalau dibiarkan terus-menerus. Lama-kelamaan lambung bisa luka, atau disebut tukak lambung.
Pentingnya menjaga emosi anak
Sama seperti orang dewasa, kata Yafri, faktor psikis juga sangat mempengaruhi kadar asam lambung. Kalau anak stres atau tertekan, saraf parasimpatis di otak akan mempengaruhi produksi asam pada lambung.
Baca Juga : Waspada! 6 Gejala Serangan Jantung ini Hanya Terjadi pada Wanita, Salah Satunya Sakit Perut
Kondisi ini bisa dikatakan sebagai faktor penyebab paling umum. Kebanyakan pasien yang ditangani Yafri, mengalami sakit mag akibat kondisi psikologis.
Sebenarnya, saraf parasimpatis merangsang produksi asam lambung adalah sesuatu yang natural. Contoh sederhananya, saat kita melihat makanan enak, kita akan tergiur. Tubuh pun bereaksi, misalnya dengan mengeluarkan air liur.
Nah, pada saat itulah produksi asam terjadi di mulut dan lambung. Jadi kesimpulannya, kesehatan lambung sangat dipengaruhi dengan kesehatan pikiran. Jika pikiran dan emosi tidak sehat, jangan harap kondisi fisik tubuh bisa sehat, terutama lambung.
Yafri bercerita, ada pasien anak berusia sembilan tahun didiagnosis terkena infeksi lambung. Setelah dilakukan pengobatan, ternyata kondisinya tidak kunjung pulih.
Baca Juga : Sakit Perut, Remaja Ini Ternyata 'Mengandung' Rambut Seberat 3,65 Kg
Akhirnya pengobatan dilanjutkan, hanya saja anak itu juga dirujuk untuk berkonsultasi dengan psikolog anak. Ternyata baru diketahui, si anak ternyata tertekan oleh kondisi keluarganya yang berantakan.
Untuk mengatasi keluhan pada lambung, dokter akan melakukan terapi dengan obat. Namun, alangkah bijaksananya jika kita melakukan tindakan pencegahan. Anak sebaiknya dipantau makanannya. Hindari makanan pemicu gangguan lambung.
Mereka juga perlu diedukasi untuk mengetahui bahaya makanan yang tidak sehat. Sehingga mereka mampu memilih makanan atau jajanan saat sedang tidak bersama orang tua.
Faktor emosi juga penting dijaga. Bisa jadi anak sedang stres karena tekanan pelajaran sekolah, sering dimarahi guru, kondisi keluarga yang tidak sehat, dan lingkungan pergaulan yang buruk. Karena anak-anak belum mengerti hal tersebut, peran orang tua sangat penting.
Jika kedua faktor penyebab tadi tidak diperhatikan, anak yang pernah mengalami sakit lambung dipastikan akan terus kambuh. Namun, jika pencegahan dilakukan sejak dini dan penanganannya pun tepat niscaya anak-anak akan tetap sehat tanpa sakit mag. (Tika Anggreni – Juni 2016)