Find Us On Social Media :

Kisah Nyata Seorang Pilot yang Mempertaruhkan Nyawa dengan Terbang Buta di Malam Hari, ‘Hanya’ Demi Satu Nyawa

By Ade Sulaeman, Kamis, 7 September 2017 | 14:00 WIB

Helikopter yang kami terbangkan, Sikorsky S-76 A, cukup lengkap dan canggih. Mesinnya mampu menerbangkannya 3 jam lebih dengan kecepatan rata-rata 270 km/jam.

Sikorsky S-76 A dilengkapi dengan iristrumen penerbangan yang memungkinkan pilotnya hanya mengandalkan instrumen tersebut, tanpa melihat keluar sama sekali.

Kabinnya berkapasitas 12 penumpang, tapi malam itu kami ubah menjadi ambulans, dengan 2 buah tempat tidur darurat.

Kami terbang dengan ketinggian 4.500 kaki, ke arah utara. Gelap dan dingin. Batas pandang hanya sampai kaca depan.

Saya terbang buta, hanya mengandalkan instrumen-instrumen terbang di depan saya. Kapten Eko mengatur cahaya di kokpit agar tak terlalu tajam di mata.

Di radar terbaca kelompok-kelompok hujan lokal di sebagian rute yang akan kami terbangi.

Hujan badai terjadi di sebelah Barat. Di kejauhan kilat kadang-kadang menerangi kegelapan.

Jantung saya bekerja sedikit lebih cepat. Untuk mengurangi ketegangan, kami membuat lelucon-lelucon kecil.

Kami biasanya membawa kopi panas, tetapi kali itu lupa karena terburu-buru.

Saya memusatkan perhatian pada instrumen terbang, sementara Kapten Eko membacakan arah yang perlu saya ubah menghindari kelompok-kelompok hujan itu.

Tujuan kami adalah lapangan produksi Kakap, 200 km ke arah utara Matak Base, ± 48 menit terbang.