Find Us On Social Media :

Kisah Nyata Seorang Pilot yang Mempertaruhkan Nyawa dengan Terbang Buta di Malam Hari, ‘Hanya’ Demi Satu Nyawa

By Ade Sulaeman, Kamis, 7 September 2017 | 14:00 WIB

Intisari-Online.com – Kalau saja tak sangat terpaksa seorang pilot helikopter mungkin tak mau terbang malam dengan kondisi cuaca tak menentu.

Namun, supaya nyawa orang tidak melayang, apa pun harus dilakukan,  meski nyawa sang pilot pula taruhannya. Inilah yang dialami Capt. Suardi Panai.

Hampir tengah malam, beberapa waktu lalu, telepon di pangkalan kami, Matak Base Camp, di Pulau Matak, gugusan Kepulauan Anambas, ± 1.000 km di utara Jakarta, berdering.

Operator radio memberitahukan adanya kecelakaan di anjungan pengeboran WD Kent yang menimpa seorang pekerja.

Insinyur  berusia 30 tahun ini tersemprot lumpur pengebor bertekanan sangat tinggi. Bagian kanan dada dan bahunya robek. Mungkin matanya juga kena.

Tindakan penyelamatan perlu dilakukan. Sebuah penerbangan helikopter darurat di malam hari  harus kami siapkan. Rumah sakit terdekat tentu di Singapura.

Saya memberitahukan chief engineer kami untuk segera menyiapkan helikopter. Bahan bakar segera diisikan. Petugas menyalakan lampu-lampu landasan darurat.

Ahli cuaca menyiapkan laporan cuaca. Operator radio mengoperasikan alat-alat bantu navigasi dan radio komunikasi di pangkalan kami.

Di sini, 6 helikopter dan lebih dari 12 pilot serta 24 engineer dan mekanik helikopter siaga 24 jam.

Mereka bertugas untuk menunjang operasi pencarian minyak di Laut Natuna atau Laut Cina Selatan.

Siang hari, helikopter itu mondar-mandir ke beberapa anjungan produksi atau anjungan produksi eksplorasi di lepas pantai.