Advertorial
Intisari-Online.com – Menurut sebuah laporan dari Union Bank of Switzerland (UBS), jika industri penerbangan bisa melengerkan sang juru mudi alias pilotnya, akan diperoleh penghematan sekitar Rp470 triliun setahun.
UBS mengatakan bahwa teknologi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan pesawat yang dikendalikan dari jarak jauh bisa muncul pada tahun 2025. Kemajuan lebih lanjut setelah 2030 akan muncul bisnis helikopter dan jet otomatis, dan akhirnya pesawat komersial tanpa pilot.
"Pengembangan teknologi saat ini akan memungkinkan pesawat untuk membantu dan mendukung pilot di semua fase penerbangan, melepaskan pilot dari operasi kontrol manual dan sistem di semua jenis situasi," kata laporan tersebut.
Penerbangan komersial sudah memulai dengan bantuan komputer on-board, dan pilot rata-rata hanya menerbangkan pesawat secara manual selama beberapa menit saja.
Namun, meskipun sudah menggunakan mode autopilot, toh pilot terus memantau dan menyesuaikan navigasi dan sistem pesawat terbang, berkomunikasi dengan pengontrol lalu lintas udara, dan mempersiapkan tahap selanjutnya dari penerbangan.
(Baca juga:Pengalaman Pilot Garuda Indonesia Selamat dari Awan Komulonimbus)
Analis UBS mengatakan bahwa transisi ke pesawat tanpa pilot kemungkinan akan terjadi selama bertahun-tahun.
Pesawat kargo kemungkinan akan terlebih dahulu menggabungkan teknologi baru ini, dengan penerbangan komersial menjadi yang terakhir. Jumlah pilot yang dibutuhkan untuk setiap penerbangan bisa dikurangi sepanjang perjalanan.
Perubahan tersebut berpotensi untuk menghemat dalam jumlah yang besar pada industri penerbangan. Maskapai biasanya mempekerjakan 10 pilot per pesawat terbang, dan mengurangi jumlah mereka akan menghemat pengeluaran untuk pelatihan, gaji, dan biaya kepegawaian lainnya.
Ini juga bisa membantu mengatasi kelangkaan pilot yang diperkirakan terjadi beberapa dekade mendatang.
Sebuah perkiraan tahunan yang dikeluarkan oleh Boeing bulan lalu mengatakan bahwa maskapai penumpang dan kargo di seluruh dunia diperkirakan akan membeli 41.000 pesawat baru antara tahun 2017 dan 2036. Itu berarti mereka perlu merekrut dan melatih 637.000 pilot baru untuk menerbangkannya.
(Baca juga:Hebat! Baru Berumur 19 Tahun, Remaja Ini Sudah Jadi Pilot Maskapai Komersial)
Maskapai penerbangan di Timur Tengah dan China, tempat lalu lintas udara berkembang dengan cepat, menawarkan gaji yang besar untuk menarik lebih banyak pilot dan gaji di AS juga meningkat.
Perpindahan ke pesawat tanpa pilot akan meningkatkan keuntungan industri ini, kata UBS. Sebagai alternatif, jika penghematan biaya sepenuhnya diserahkan ke konsumen, tiket bisa lebih murah sedikit (di AS 11% lebih murah).
Namun, langkah untuk “menendang keluar” pilot ini kemungkinan besar akan menuai perlawanan.
Sebuah survei terhadap 8.000 orang yang dilakukan oleh UBS menemukan bahwa 54% responden tidak mungkin melakukan penerbangan tanpa pilot. Hanya 17% responden, yang berasal dari A.S., Inggris, Prancis, Jerman, dan Australia, yang mengatakan bahwa mereka akan membeli tiket tersebut.
Perubahan peraturan yang mendasar juga akan diperlukan dan pengurangan staf kokpit akan menghadapi tentangan besar dari serikat pekerja pilot.
Undang-undang lalu lintas udara di sebagian besar dunia membutuhkan "aturan empat mata" di kokpit. Dua pilot harus hadir setiap saat, dan jika salah satu dari mereka perlu istirahat, anggota kru lainnya harus mengambil tempatnya.