Find Us On Social Media :

Selama 28 Tahun, Pria Ini Tinggal Seorang Diri di Salah Satu Pulau Tercantik di Dunia. Wajar atau Justru Aneh?

By Ade Sulaeman, Sabtu, 29 Juli 2017 | 10:00 WIB

Mauro Morandi

Musim dingin di Budelli sangat indah. Morandi bertahan dalam rentang waktu yang cukup panjang—20 hari lebih—tanpa kontak dengan manusia.

Ia menemukan pelipur lara dalam introspeksi sunyi yang menghampirinya. Ia sering kali duduk di pantai hanya bertemankan suara angin dan ombak yang membungkam kesunyian.

"Aku seperti berada di dalam penjara di sini," ujarnya. "Tetapi penjara yang kupilih sendiri untuk diriku," lanjutnya.

Morandi melewatkan waktu dengan beragam pencarian kreatif. Ia memahat kayu juniper menjadi patung, membuat wajah-wajah yang tersembunyi dalam bentuk-bentuk samar.

Ia membaca dengan tekun dan merenungkan kebijaksanaan filsuf-filsuf Yunani dan sastrawan-sastrawan berbakat.

Ia mengambil banyak foto pulau tersebut, mengagumi bagaimana pulau itu berubah dari jam ke jam, musim ke musim.

Apakah pilihan Morandi aneh?

Semua itu bukanlah perilaku aneh bagi orang-orang yang menghabiskan waktu lama sendirian.

Para ilmuwan sejak lama menyatakan bahwa kesendirian dapat membangkitkan kreativitas, sebagaimana telah dibuktikan oleh sejumlah seniman, penyair, dan filsuf sepanjang masa yang menghasilkan mahakarya mereka saat mengasingkan diri dari masyarakat.

Manfaat kesendirian mungkin tak menguntungkan secara universal.

"Kesendirian bisa mengakibatkan stres tinggi bagi golongan masyarakat berteknologi maju yang telah dilatih untuk percaya bahwa kesendirian harus dihindari," jelas Pete Suedfeld dalam Loneliness: A Sourcebook of Current Theory, Research and Therapy.

Tetapi masih ada budaya-budaya di dunia yang menjadikan kehidupan menyendiri sebagai tradisi yang dihormati.

Monastisisme Buddhis, misalnya, lebih mendorong pengabdian spiritual dan pencarian ilmiah ketimbang mencari kesenangan jasmaniah.

Tetapi di tengah laju arus globalisasi, kemampuan manusia untuk mengalami kesendirian yang sejati mungkin  hanyalah sesuatu dari masa lalu.

Merespon  pembangunan yang meningkat di wilayah tersebut, sebuah perusahaan internet membangun jaringan Wi-Fi di Budelli, yang menghubungkan Morandi dan kepingan surga tercintanya dengan dunia melalui media sosial.

Menggunakan bentuk baru komunikasi ini adalah bentuk kelonggaran Morandi demi tujuan yang lebih besar: untuk memfasilitiasi ikatan antara orang-orang dan alam dengan mengekspos mereka pada keindahan alam.

Sebuah ikatan yang Morandi harap, dapat memotivasi orang-orang untuk peduli terhadap planet yang mulai 'layu'.

"Cinta adalah konsekuensi mutlak dari kecantikan dan sebaliknya," kata Morandi. "Saat kamu mencintai seseorang begitu dalam, kamu akan melihat dia begitu indah, tetapi bukan karena keindahan fisik... kamu berempati dengannya, kamu menjadi bagian dari dirinya dan dia menjadi bagian dari dirimu. Sama halnya dengan alam."

(Gulnaz Khan/National Geographic. Diterjemahkan oleh Lutfi Fauziah)

Artikel ini sudah tayang di nationalgeographic.co.id dengan judul “Kisah Pria yang Hidup Sendiri Selama 28 Tahun di Pulau "Surga"”.