Find Us On Social Media :

Bukan Hanya Teknologi yang Jadi Penentu Keberhasilan Peran Heli dalam Operasi SAR, Tapi juga Hal ‘Abstrak’ Ini

By Ade Sulaeman, Jumat, 7 Juli 2017 | 13:30 WIB

Heli Basarnas

Artinya jika cuaca sedang memburuk atau helikopter sedang mengalami masalah teknis, upaya penyelamatan korban menggunakan heli akan ditangguhkan.

Apalagi masing-masing heli mempunyai karakter sendiri-sendiri sehingga kemampuannya untuk diterjunkan dalam operasi SAR yang umumnya memiliki medan ekstrem berbeda-beda.

Misalnya, dalam operasi SAR untuk menangani korban Sukhoi Super Jet 100 di Gunung Salak , sesuai peran dan fungsinya, heli Super Puma TNI AU dan Bolcow-105 Basarnas, serta heli Mi-17 TNI AD, berperan sebagai dropping logistik bagi personel tim SAR menuju lokasi kecelakaan (crash site).

Sementara Bell-412 milik Polri, Colibri TNI AU, heli BK-117 Kawasaki Rusia, Bolcow-105 PMI, berperan membawa kantong jenasah dari posko di desa Cijeruk menuju Lanud Halim Perdanakesuma, Jakarta.

Pada operasi SAR untuk mengevakuasi korban di Gunung Salak, peran heli Super Puma memang sangat menonjol.

Dengan lincah Super Puma datang dan pergi membawa jasad korban lalu mendarat mulus di heli pad darurat yang telah dibangun di desa Cijeruk, Bogor.

Sementara heli Mi-17 yang bertugas men-dropping logistik dari udara dengan ukuran fuselage yang lebih besar dari Super Puma dan memiliki enam baling-baling hanya bisa mendarat di Lanud ATS dan sempat terbang kembali ke pangkalan (RTB) karena menghadapi cuaca buruk.

Jika Mi-17 memaksa diri mendarat di heli pad darurat, genting rumah penduduk bisa beterbangan dan penduduk sekitar yang datang berduyun untuk menonton bisa terluka kena sambaran angin dan debu mengingat begitu kuatnya terpaan keenam bilah baling-balingnya.

Para pilot heli yang biasa terbang di tempat-tempat ektrem untuk misi SAR memang dituntut untuk memiliki kemampuan ekstra tidak hanya dalam soal menerbangkan pesawat tapi juga kemampuan membaca alam seperti cuaca dan faktor-faktor terkait.

Secara teknis para pilot heli juga harus memahami heli jenis apa yang bisa dioperasikan di tempat-tempat ektsrem itu karena sewaktu-waktu harus bisa mengantisipasi kondisi darurat.

Dalam operasi penyelamatan korban di Gunung Salak yang puncak tertingginya lebih dari 7.000 kaki, kondisi darurat itu dipastikan akan menyergap mengingat kabut di puncak gunung bisa tiba-tiba datang meyergap dalam hitungan menit.

Maka setelah dilakukan koordinasi oleh Kabasarnas, penerbangan untuk mencapai crash site hanya bisa dilaksanakan ketika cuaca sedang cerah dan menggunakan heli yang secara teknis serta spesifikasi mampu melaksanakan misi itu, yakni Super Puma.