Find Us On Social Media :

Bagaimana Wabah Demam Kuning Mengubah New Orleans Menjadi ‘Kota Mayat’ dan Melanggengkan Perbudakan

By Intisari Online, Jumat, 2 November 2018 | 17:30 WIB

Baca Juga : Endemik Penyakit Cacing Pita di Simalangun, Petugas Temukan Cacing Sepanjang 10.5 Meter

Bagian yang paling sulit, ujarnya, adalah tidak ada tanda-tanda fisik yang spesifik untuk membuktikan bahwa Anda termasuk orang yang “terbiasa”.

Oleh sebab itu, orang-orang harus menemukan cara untuk membuktikan diri bahwa mereka terbiasa—yang seringnya mempersoalkan seberada dekat Anda dengan New Orleans.

Menurut mereka waktu itu, orang-orang yang lahir di kota itu lebih mungkin selamat dari demam dibanding para pendatang. Itulah mengapa, demam ini juga disebut sebagai “Penyakit Orang Asing”.

Meski begitu, tetap saja para imigran datang berbondong-bondong ke kota tersebut.

Olivarius mengatakan, New Orleans pada abad ke-19 mirip Sillicon Valley hari ini.

“Ia adalah tempat di mana, jika Anda seorang laki-laki kulit putih yang ambisius, Anda akan menciptakan keberuntungan,” tulisnya.

Orang-orang datang ke kota ini untuk mengadu nasib di pabrik-pabrik kapas yang sedang booming, hingga akhirnya membeli lahan sendiri dan membeli budak.

Tapi pertama-tama, mereka harus membuktikan diri bahwa mereka tidak akan mati.

Meluasnya demam kuning juga menghadirkan mitos-mitos—baik soal bagaimana cara melindungi diri atau siapa yang paling mungkin mati.

“Kabarnya, orang yang makan lebih banyak tomat akan terkena demam kuning. Atau, jika kamu makan terlalu banyak buah kamu akan terkena demam kuning. Ada juga yang bilang, ‘jika kamu tidak makan buah kamu akan terkena demam kuning,” kata Olivarius.

Tapi mitos yang paling umum—dan mungkin paling picik—adalah bahwa Anda tidak akan terkena penyakit ini jika Anda berkulit hitam.