Find Us On Social Media :

Bertandang ke Kota Ini, Tinggal Menyeberangi Meja Saja Sampailah Kita ke Korea Utara

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 26 Oktober 2018 | 18:30 WIB

Intisari-Online.com – Di seberang yang satu lagi tentu saja ada Korea Selatan. Meja di Panmunjom itu adalah tapal batas kedua negara yang bermusuhan tersebut dan oleh kedua pihak dipakai untuk menarik wisatawan.

Simak tulisan Hendry Ch. Bangun, Korea Utara Ada di Seberang Meja, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1986 berikut ini.

Sehabis meliput Asian Games X lalu, saya ikut tour yang diadakan Main Press Centre AG X dengan Korean Press Club. Tujuannya Panmunjom dan terowongan Korea Utara, yang jaraknya sekitar 40 km dan Seoul. Ternyata wartawan mendapat lebih banyak keleluasaan dibandingkan turis biasa.

Kami bertolak tanggal 6 Oktober 1986 dengan bus wisata besar berkapasitas sekitar 46 penumpang, tetapi isinya hanya enam belas orang wartawan, antara lain dari Korea Selatan sendiri. Tour ini gratis, padahal kalau ikut tour biasa biayanya 28 dolar AS.

Baca Juga : 'Dokter Hantu': Menguak Sisi Gelap Operasi Plastik di Korea Selatan yang Bikin Merinding

Di kiri-kanan Jalan Raya I, yang panjangnya sampai ke Pusan, kota pelabuhan di selatan Korea Selatan, 431,9 km dari Seoul, memang indah, sawah menguning. Rumah penduduk kelihatan rapi dan bersih.  Seperti juga di daerah kita, petaninya tak segan-segan menjemur gabah di pinggir jalan.

Ranjau di kolong jembatan

Suasana agak menegangkan mulai tampak setelah melewati Jembatan Kebebasan (Freedom Bridge) yang panjangnya sekitar 60 m di atas Sungai Imjin. Jembatan ini terbuat dari besi, namun lantainya kayu, yang berderak-derak jika dilewati kendaraan.

Secara bergantian mobil melewati jembatan yang cuma muat satu kendaraan itu. Di bawah sana pelampung-pelampung putih muncul di permukaan air, yang  tak lain adalah ranjau untuk mencegah kemungkinan infiltrasi dari sungai.

Untuk melewati jembatan ini mobil hams punya izin. Lewat  dari sini mulailah suasana agak lain. Di kiri-kanan tanaman seperti dibiarkan tumbuh liar. Kami melewati kamp milik Korea Selatan, Palang Merah Korea Selatan dan beberapa kamp lagi sebelum masuk ke Kamp Kitty Hawk, yang jaraknya hanya beberapa meter dari batas selatan DMZ  (Demilitarised Zone).

Baca Juga : Penonton 'Rusuh' saat Tampil di Indonesia, Musisi Korea Ini Sempat Pilih 'Mogok', Ini Akar Masalah yang Harus Dibenahi

Kamp ini merupakan markas United Nation Command Joint Security Area, yang terdiri atas berbagai kebangsaan.

Di kamp ini kami diajak masuk ke Gedung Bollinger, sebuah ruang briefing bagi mereka yang akan bertolak ke Panmunjom. Seorang tentara AS yang namanya Nelson memberi penjelasan mengenai sejarah DMZ dan yang terpenting pantangan-pantangan.

"Pokoknya, kalau di sana nanti jangan sampai membuat provokasi terhadap tentara Korea Utara," ujar Nelson memperingatkan.

Pengunjung biasa diwajibkan menandatangani semacam perjanjian yang intinya pihak Joint Security Area tidak bertanggung jawab seandainya terjadi kecelakaan akibat serangan Korea Utara dsb.

Baca Juga : Ikut Proyek Jet Tempur Korean Fighter Xperimental, Indonesia Malah Nunggak Rp3 triliun

Wartawan boleh bebas. Kami hanya diwajibkan mengenakan  ban biru bertuliskan Press di  lengan kiri.

Pernah dikunjungi Reagan

Ketika kami keluar dari gedung, bus kami sudah diganti menjadi bus milik JSA dengan plat nomor PBB. Nelson sendiri ikut serta untuk menjadi pemandu. "Begitu memasuki garis DMZ, Anda tidak diperkenankan lagi memotret," kata Nelson.

Lepas dari Kitty Hawk, kami melewati beberapa pos penjagaan. Salah satu pos US Army di atas bukit itu pernah dikunjungi Presiden Ronald Reagan tahun 1983 ketika meninjau DMZ.

Namanya Mortar Bunker Area, yang merupakan bagian kekuasaan dari Camp Liberty Bell yang diisi tentara AS. Di sini hanya kendaraan PBB yang boleh masuk, kecepatan tak boleh lebih dari 30 km/jam.

Jika kebetulan melewati tentara AS, PBB atau Korsel yang sedang berjalan, mereka berhenti dan memberi hormat militer. Suasana hening sekali, sehingga jantung mulai berdebar juga.

Baca Juga : Baru Saja Berdamai, Warga Korea Selatan Sudah 'Bikin Ulah' dengan Masuk Perbatasan Korea Utara Secara Ilegal

Beberapa puluh meter menjelang Panmunjom, kami harus menunggu beberapa saat. Rupanya ada yang tengah berkunjung ke sana. Maksudnya masuk satu-persatu mungkin untuk mempermudah pengamanan, seandainya terjadi hal-hal yang tidak dnnginkan.

Di pos ini ada dua tentara yang berseragam hijau lumut (celana) dan hijau muda sekali (baju)  dan ban lengan bertuliskan MP. Sehabis menelepon beberapa kali, MP dari AS yang tadinya naik ke bus untuk memeriksa lengan, memberi kode silakan jalan.

Tiba di desa perbatasan ini kami diajak masuk ke Gedung MAC (Military Armistice Commission), yang menjadi tempat tatap muka utusan PBB dengan Korea Utara.

Gedung ini lebarnya kira-kira 5 m, panjangnya 10 m. Di tengahnya ada meja perundingan. Garis tengah meja ini betul-betul garis perbatasan kedua negara. Di luar gedung perbatasan ditandai dengan polisi tidur, dengan lebar 20 cm dan tinggi sekitar 10 cm.

Baca Juga : Di Tengah Isu Kelaparan Warga Korea Utara, Kim Jong-un Justru Pamer Mobil Mewah Senilai Rp7 Milliar

"Di gedung ini semua pembicaraan bisa didengar Korea Utara dan PBB, jadi jangan bicara yang provokatif," Nelson memperingatkan. Memang di bawah setiap meja ada cantelan mikrofon.  Ketika kami masuk, dua tentara dari PBB dan dua dari pihak Korea Utara ada di dalam. Mereka menjaga bagiannya masing-masing.

"Jika kalian ingin menginjak Korea Utara, silakan ke seberang meja," ujar Nelson serius. Kami pun beramai-ramai bergerak ke sisi utara meja. Saya untung, sempat berpotret dengan tentara yang menjaga di depan bendera PBB dan Korea Utara.

Karena memang tidak ada lagi yang bisa dinikmati, kecuali membayangkan betapa lucunya suasana ini, kami pun keluar, menuju menara bertingkat dua. Di menara ini ada kamera televisi pengamat untuk merekam gerak-gerik tentara lawan. Kami pun berfoto di sini.

Di bagian Korea Utara mereka meneropong kegiatan kami. Ya, main lihat-lihatan. Menurut Nelson, Korea Utara juga menyelenggarakan tour ke Panmunjom, tetapi jumlahnya tidak   sampai sepertiga dari pihak Selatan. (Turis pihak Selatan jumlahnya ± 66.000 orang).

Baca Juga : Tim Sar Menemukan Jenazah Warga Negara Korea Selatan di Reruntuhan Hotel Roa Roa Palu

Dikeroyok gara-gara menebang pohon

Dari Panmunjom ini kami bergerak ke Check Point 5 yang terletak di atas bukit. Dari sini kami bisa melihat kumpulan gedung di wilayah Korea Utara yang dijuluki 'Desa Propaganda' Kae Seong.

Menurut Nelson, flat-flat yang jumlahnya banyak itu cuma gedung kosong. Penghuninya yang mestinya ribuan cuma ada dua puluh ofang, yang bertugas memelihara 'desa', menaikkan bendera yang konon panjangnya sampai 30 m dan lebar 20 m di atas menara yang tingginya sekitar 80 m. Namanya juga propaganda.

Di sini sebenarnya kami hanya boleh memotret ke arah Korea Utara. Namun, ketika ada yang menyerempet ke arah pos jaga yang sebesar kios di pasar itu, baik Nelson maupun MP yang mengantar, tidak memberi peringatan.

Baca Juga : Kelompok Peretas Elite Korea Utara Serang 16 Bank di 11 Negara untuk Gasak Dana Rp16,6 Triliun

Dari atas juga tampak Check Point 3, yang dijuluki sebagai pos jaga yang paling sepi di dunia. Jaraknya hanya 2 m dari Jembatan Takkan Kembali (The Bridge of No Return), yang persis membelah Korea Selatan dan Korea Utara dalam DM2.

Di sini manusia penjaganya hanya sorangan, dengan senjata siap bidik di tangan. Di samping pos, sebuah truk militer juga siap sedia dengan mesin tetap hidup.

Untuk pos tiga ini kesiagaan memang penuh, soalnya takut ada kejadian lagi. Sepuluh tahun yang lalu di pos inilah meninggal dunia Kapten Arthur Bonifas dan Letnan Mark karena dikeroyok tentara Korea Utara, hanya karena mereka tidak suka pihak PBB menebang pohon yang  mengalangi pandangan dari pos lima ke pos tiga, yang sebenarnya ada di wilayah Korea Selatan.

Sampai saat ini pohon yang sudah ditebang itu tetap dipelihara sebagai kenang-kenangan dan dinamai pohon perdamaian (peace tree). Bus kami tak boleh berhenti di sini dan hanya dibuat jalan perlahan agar memberi kesempatan untuk memotret!

Baca Juga : Orang-orang Jepang Ini Pindah Ke Korea Utara Karena Dijanjikan Surga, Namun Hal Tragis Inilah yang Mereka Dapatkan

Dapat sertifikat

Membayangkan seandainya ada tentara Korea Utara yang nekad menyerang, membuat bulu kuduk berdiri juga. Untunglah kami kemudian beranjak dari Panmunjom menuju Kamp Kitty Hawk.

Begitu tiba di sana, karena perasaan lega, kami bertepuk tangan ramairamai saat Nelson mengucapkan selamat berpisah. Satu demi satu kami menyalami dia.

Kamp ini sendiri rata-rata dibuat dari bahan batako atau baja, yang sifatnya tidak permanen. Kami diajak masuk ke toko cendera mata di dalam kompleks milter itu. Ada banyak benda cendera mata yang bisa dibeli.

Baca Juga : Peringati 70 Tahun ‘Armed Forces Day’, Korea Selatan Akan Gelar Parade Militer

Namun, yang paling menarik tentu saja sertifikat yang menyatakan kita sudah masuk ke wilayah Korea Utara yang berada dalam kekuasaan Joint Security Area!

Usai belanja kami diajak masuk restoran, yang suasananya remang- remang. Ada arena untuk pertunjukan, bar dan mesin main untuk meredakan ketegangan saraf. Makanan dihitung dengan dolar AS, meski tetap boleh membayar dengan won (mata uang Korea Selatan).

Setelah perut diisi, kami lalu melanjutkan tour dengan bus semula ke terowongan Korea Utara, yang letaknya sekitar 5 km dari Kamp Kitty Hawk. Kami lebih dulu ke markas kamp Korea Selatan, tetapi karena sudah dapat izin disuruh langsung ke terowongan.

Ngos-ngosan

Baca Juga : Makin Mesra, Kim Jong Un Beri Hadiah Lagi untuk Presiden Korsel, Kali Ini Dua Ekor Anjing Paling Berharga di Korea

Begitu sampai kami dibawa ke ruang briefing yang besar, sekitar 10 X 20 m, untuk melihat peta terowongan. Seluruhnya ada tiga terowongan Korea Utara yang konon akan dipakai menyerbu Seoul.

Yang kami datangi merupakan terowongan terakhir, yang ditemukan tahun 1978. Ada tanda no picture di peta dinding itu, tetapi perwira Korea Selatan berkata, "Karena Anda wartawan, silakan."

Usai penjelasan kami diajak masuk ke terowongan penembus, yang disebut juga intercept tunnel. Terowongan ini dibuat Perusahaan Hyundai untuk menemukan terowongan Korea Utara itu. Kami diwajibkan memakai helm agar tidak terantuk.

Hanya beberapa meter dari pintu, lubang terus semakin curam. Jalan yang dilapisi kesetan dari karet ban mobil bekas menjadi licin, karena air yang menetes dari atap terowongan. Meski di kiri-kanan ada pegangan, ada juga yang jatuh terpeleset karena licinnya.

Baca Juga : Andong, Kota Tua Masa Lalu Korea, Tempat Banyak Pusar yang Diobral

Ada sekitar tujuh menit kami berjalan baru menemui terowongan yang sebenarnya, yaitu sekitar 60 m di bawah tanah. Meski sebenarnya dilarang keras memotret, perwira muda Korea Selatan itu memberi dispensasi lagi.

"Asal tidak ada yang berpose," dia menambahkan. Maksudnya tentu agar tidak bisa dijadikan skala.

Di dalam terowongan yang ditinggalkan Korea Utara itu penerangan berasal dari lampu kapal yang dipasang setiap 4 m. Saya tidak sempat meminum air tanah dalam gentong yang di sebelahnya ada slogan, "Hancurkan komunisme. Air jaminan persatuan".

Baca Juga : Ridwan Kamil Bocorkan Desain Kalimalang yang Akan Disulap Bak Sungai Cheonggyecheon Korea

Memang di situ disediakan juga gelas-gelas, tetapi karena suasananya sangat dingin, rasanya kurang tepat minum air dingin.

Setiba di luar saya sudah ngos-ngosan dan sempat duduk sekitar satu menit di pos jaga  terowongan penembus yang dijaga seorang tentara. Yang saya perhatikan, di sisi benteng penjagaan yang dilapisi karung pasir, ada kandang burung besar.

Itulah sarang untuk burung-burung yang bertugas pula di terowongan untuk melacak kemungkinan dialirkannya gas oleh pihak Korea Utara!

Baca Juga : Makin Mantap Ingin Berdamai, Kim Jong-un Kirim Hadiah Senilai Rp19,8 Miliar kepada Korea Selatan