Advertorial

Andong, Kota Tua Masa Lalu Korea, Tempat Banyak Pusar yang Diobral

K. Tatik Wardayati
,
Ade Sulaeman

Tim Redaksi

Kota Andong, di Korea Selatan ini mampu  merawat warisan leluhur berusia ratusan tahun. Kota tua ini sanggup eksis di tengah modernisasi.
Kota Andong, di Korea Selatan ini mampu merawat warisan leluhur berusia ratusan tahun. Kota tua ini sanggup eksis di tengah modernisasi.

Intisari-Online.com – Andong mampu merawat warisan leluhur berusia ratusan tahun. Kota tua ini sanggup eksis di tengah modernisasi Korea Selatan. Ada Ramos Horta di sana.

Tentu saja, Andong yang ini bukanlah andong seperti yang kita kenal di Indonesia, alias delman. Prof. Dr. James Danandjaja, menuliskannya untuk kita, Andong Wisata Masa Lalu Korea, yang pernah tayang di Majalah Intisari edisi September 2005.

Mengapa Andong menarik hati saya? Pertama, saya diundang menghadiri suatu kongres internasional di sana. Kedua, ia adalah kota kuno paling bersejarah di Korea Selatan (Korsel). Meskipun fisik melemah akibat usia melanjut, tekad dan rasa penasaran membawa saya ke Bandara Sukarno-Hatta.

Ketika check-in, seorang petugas Garuda mendekati, "Bapak sakit?" Saya menggeleng. Tahu saya tanpa pendamping, ia menawari kursi roda, lalu mengurus segala prosedur, saya menunggu di kursi roda.

Baca Juga : Bikin Jokowi Terpesona, Ini Rahasia Kebersihan Sungai Cheonggyecheon, Seoul yang dulu Kotor seperti Ciliwung

Pramugari Korea Airline yang ayu-ayu dengan santun membungkuk di depan kursi roda saya. Rupanya, mereka telah mengetahui identitas saya. Dimulailah penerbangan tujuh jam meluncur di angkasa.

Saat tiba waktu makan, saya pilih makanan Korea, berupa nasi campur dan sayuran, yang harus diaduk-aduk dengan saus tauco, jus buah, dan cabe. Enak juga, meski agak asam dan pedas bagi lidah saya.

Sayuran khas Korea itu disebut gimchi, semacam sayur asin di negeri kita, tapi dibubuhi bumbu-bumbu seperti cabe merah, sehingga rasanya seperti asinan Jakarta.

Ditraktir supir

Baca Juga : Seoul Jadi Satu-satunya Kota dari Benua Asia yang Masuk 5 Kota Dengan Teknologi Tercanggih di Dunia

Tiba di bandara Inch'ong, Korea Sela tan, saya langsung memajukan jarum arloji dua jam. Seorang pramugara meminta saya agar tetap di kursi. Setelah semua penumpang turun, saya disodori kursi roda, kemudian diantar ke petugas imigrasi, pengambilan bagasi, hingga ke pintu keluar.

Semua lancar karena saya melalui pintu untuk awak pesawat, korps diplomatik, dan penyandang cacat. Saya telah ditunggu perwakilan organisasi yang mengundang saya.

Sejak itu, saya selalu didampingi penuntun, yakni remaja terpelajar rekrutan yang berbahasa Inggris aktif, dan ada juga yang menguasai bahasa Spanyol dan Prancis.

Umumnya, nama mereka Kim dan Chow. Tak sedikit juga yang bernama Barat, seperti Anna, Doris, Joice, atau Lisa. Yang ditugaskan mendampingi saya bernama Chouw, tapi saya "baptis" pemuda ganteng itu dengan panggilan Danny.

Baca Juga : Terungkap! Inilah Alasan Banyak Pasangan yang Menggantungkan Gembok di Namsan Tower di Seoul, Korea Selatan

la senang pakai topi pet, tapi saat bertugas resmi ia harus melepasnya. Rupanya, bagian depan kepalanya botak.

Ruang tunggu di Bandara Inch'ong, Seoul, nyaman sekali. Hah?! Tiba-tiba saya melihat dua tentara muda berseragam biru tua mondar-mandir dengan senapan laras pendek, yang larasnya mengarah ke bawah.

Baru saya sadari, waktu itu Korea Selatan tengah bersitegang dengan Korea Utara. Letak Seoul tak jauh dari perbatasan.

Sewaktu menunggu bus jemputan menuju Andong, saya bertemu dua orang peserta konferensi. Seorang pria Thailand bernama Udongsak, dan Ingrid wanita kulit putih asal Cook Island. Ingrid yang kemudian menemani saya di dalam bus.

Baca Juga : Jika Korut Sampai Menyerang Korsel Menggunakan Ribuan Roket, Bisa-bisa Seoul Jadi Neraka

Supir busnya sangat ramah, walau bahasa Inggrisnya pas-pasan. Anehnya, sewaktu singgah di pemberhentian untuk istirahat, yakni suatu tempat yang dipenuhi toko-toko perbelanjaan, ia malah mentraktir kami berdua dua kaleng kopi susu. Agaknya ia tahu, kami belum punya uang won.

Tonggak seram

Perjalanan empat jam menuju Andong, panorama sungguh indah. Berbukit-bukit, dan jalan tol beberapa kali menerobos terowongan. Pada beberapa bagian menghampar persawahan, diseling perkebunan apel dan kesemek, juga sayur mayur.

Dari kejauhan saya melihat tonggak-tonggak dari kayu atau batu yang dipahat, mirip tonggak totem (totem pole) orang Indian di Amerika Utara. Tonggak itu dipahati wajah-wajah seram, disebut jongseung, yakni tonggak penjaga atau tonggak roh, yang dipancangkan di muka atau di jalan menuju pintu gerbang sebuah kuil.

Baca Juga : Makin Mantap Ingin Berdamai, Kim Jong-un Kirim Hadiah Senilai Rp19,8 Miliar kepada Korea Selatan

Roman muka tonggak itu tak ada yang sama. Terbuat dari bahan kayu jenis terbaik, pahatannya selalu berobjek wanita atau laki-laki. Yang wanita dibuatkan sepasang payudara. Gambaran fisik yang dipahatkan mulai dari wajah hingga pusar.

Bentuk makam orang Korea tak jauh beda dengan orang Tionghoa, selalu berbentuk mangkuk besar telungkup, terbuat dari timbunan tanah dan di bagian depannya ada prasasti dari batu granit.

Museum alam

Acara resmi saya di Andong cukup ketat. Setiap pagi pukul 07.00 telepon hotel sudah menyentak tidur. Sejam kemudian, saya dijemput untuk sarapan di restoran hotel. Lalu kami diangkut dengan bus ke auditorium untuk menghadiri seminar.

Baca Juga : Bertahun-tahun Bersengketa Atlet Korea Utara dan Korea Selatan Saling Mendukung di Asian Games 2018, Mengharukan!

Agak kendor setelah tengah hari. Sesudah makan siang di restoran tertentu, kami diajak tur meninjau tempat-tempat bersejarah.

Andong adalah kota kuno berusia ribuan tahun, sehingga dianggap kota spiritual Korea. Lingkungan geografi kota kecil ini berupa pebukitan, dengan kuil-kuil kuno berdiri di atasnya. Indah sekali.

Andong berarti kota timur yang aman sejahtera. Tak heran bila ia dianggap kota dari tradisi agung, pusat kebudayaan Confucianism di Korea, serta pusat administrasi provinsi.

Tatkala Ratu Elizabeth II dari Inggris pada tahun 1999 mengunjungi Korea Selatan, ia khusus mengunjungi Kota Andong, karena kota ini merepresentasikan kota terunik di Korea Selatan.

Baca Juga : Dari Seoul ke Rio, Perkenalkan Para Pemenang Medali Olimpiade dari Indonesia (3)

Kota ini berhasil memelihara sifat khas tradisionalnya, termasuk lingkungan alam dan makanan tradisionalnya yang sedap di lidah. Ditambah seni budayanya yang menonjol, maka kota ini layak menjadi objek turisme yang menarik.

Mungkin bisa dibandingkan dengan Yogyakarta dan Bali, yang dapat dianggap sebagai warisan kebudayaan nasional (national heritage).

Menurut saya, secara keseluruhan, Andong boleh dikatakan sebagai museum alam terbuka. Karena, lingkungan alamnya berbukit-bukit. Ada yang rindang ditumbuhi pepohonan cemara, tapi ada juga yang berserakan batu cadas di mana-mana, bagai suiseki raksasa.

Keindahannya disempurnakan oleh beberapa sungai yang berkelok manis, merayap di sela-sela perbukitan.

Baca Juga : 7 Keunikan di Korea Selatan, Salah Satunya Sesama Pria Berpelukan!

Rasa mistis

Kota kecil itu dipenuhi pohon pinus, maple, dan ginko, yang dapat berubah warna dari hijau ke kuning keemasan sampai merah darah pada musim rontok, serta pohon bunga meihoa yang cantik pada musim semi.

Lingkungan jadi makin menarik dengan dibangunnya kuil dan bangunan khas arsitektur Korea, sehingga rasa mistis agak meremang dalam hari saya.

Yang mungkin tak ada di tempat lain adalah adanya perkampungan dari marga-marga yang telah tiba pada keturunan ke tujuh. Ini menunjukkan, bangsa Korea amat menghargai warisan leluhur.

Lebih terlihat dengan masih berdiri kukuh pusat studi Confucianism, yang telah berusia ratusan tahun. Walau kini sudah tidak dipergunakan lagi untuk mendidik calon pegawai kerajaan, segala pernak-pernik upacaranya masih dipelihara, masih diurus pegawai berseragam Korea kuno dengan topi khasnya, top hat.

Baca Juga : Social Experiment: Mas Gunawan vs Bule di Korea Selatan, Dia Mendapat Perlakuan yang Miris!

Memang, Andong menjadi pusat Confucianism, yang di bawah dinasti Yi (1392 - 1910) pernah dijadikan agama negara. Meski sesungguhnya negara merdeka, saat itu Korea berada di bawah perlindungan Tiongkok.

Karenanya, sewaktu Korea diserbu Jepang pada tahun 1593, pasukan Korea berhasil mengalahkan tentara Jepang berkat bantuan Tiongkok.

Pusar diobral

Saya beruntung, kongres yang saya hadiri diisi juga dengan lawatan ke tempat-tempat budaya tradisional, yang juga disajikan kulineri tradisional Korea. Antara lain bermacam-macam gimchi, yang terdiri atas sayur sawi putih, lobak, atau terong ungu yang dijemur lalu difermentasi (diragikan), dan dibumbui cabe merah.

Baca Juga : Inilah Rumah Sakit Jiwa Paling Seram di Korea Selatan, Disebut sebagai Salah Satu Tempat Paling Berhantu di Dunia

Ada 100 lebih jenis gimchi. Sebenarnya, ini makanan musim dingin yang dibuat pada musim panas, di saat sayur mayur berlimpah. Sayuran yang difermentasi ini bisa awet selama beberapa bulan.

Seperti juga orang Tionghoa dan Jepang, orang Korea juga mengenal masakan mi (noodle). Salah satunya disebut geojin guksu. Mi kuah ini dibuat dari tepung terigu dicampur tepung kedele, lalu disirami sup ikan, kemudian di atasnya ditaburi zucchini, irisan cabe merah, dan irisan telur dadar.

Yang menarik, sumpit di restoran Korea bukan terbuat dari bambu atau kayu, melainkan dari logam perak. Aha, sebagai hidangan penutup, disajikan kolak biji kaoliang diberi gula merah. Sedap juga.

Selain itu, saya beruntung pula menyaksikan Festival Tari Topeng Korea, yang mengundang berbagai kelompok tari topeng dari berbagai negara dalam festival selama 10 hari itu. Ikut pula beraksi para penari dari Filipina, Yordania, Tiongkok, Srilangka, dan Iain-lain.

Baca Juga : 5 Kebiasaan Buruk Wanita Korea Selatan yang Suka Kumat-kumatan, Salah Satunya Kecanduan Operasi Plastik!

Pada pertunjukan pembuka, ternyata tidak lalu bersifat tradisional, sebab lebih banyak modern disko dengan kostum masa kini. Para remaja tampil dengan kostum tari serba ketat, dan lubang pusar sengaja diobral.

Bukan hanya kaum hawa, yang pria pun sama, dilengkapi rambut jungky look. Sayang, karena keadaan kesehatan, saya tak bisa leluasa memotret aksi para penari itu.

Selesai acara, peserta kongres dipersilakan ke ruang ballroom bawah tanah untuk santap malam. Wah, saya harus dituntun, menuruni begitu banyak anak tangga. Di ruang pesta, sudah dipenuhi orang dan meja-meja prasmanan. Bahkan disajikan orkes kamar yang membawakan lagu Amadeus Mozart.

Tambah usia

Baca Juga : Korea Utara Batalkan Pembicaraan Dengan Korea Selatan dan Peringatkan Amerika Serikat, Ada Apa Lagi?

Malam penutupan, walikota Andong mengundang kami pesta taman di rumahnya. Ada hidangan makanan khas Korea, musik tradisional dan wayang orang Korea. Juga ada atraksi permainan tambur khas Korea.

Yang mengejutkan, kongres bertopik "Diversifitas Kebudayaan Dapat Merupakan Kontribusi kepada Kebudayaan Perdamaian" itu mengundang beberapa penceramah. Di antaranya, Ramos Horta, (waktu itu) Menlu Timor-Leste.

Sebagai bangsa Indonesia pencinta NKRI, saya menganggapnya separatis, dan saya agak malas mendengar ceramahnya.

Tapi, ternyata, pidato penerima hadiah Nobel perdamaian itu cukup simpatik, "Timor Timur akan melupakan masa lalu dan berusaha rukun dengan Indonesia. Meski kami diperlakukan kurang manusiawi oleh pihak tentara, tapi kami mendapat simpati dari pemerintahan sipil."

Baca Juga : Berseteru Sejak 1950, Korea Utara dan Korea Selatan Siapkan Acara Resmi untuk Akhiri Perang

la mencoba bersikap damai terhadap musuh-musuhnya, walau tak sesabar Dalai Lama.

Saya tergerak menghampirinya. Setelah mengetahui siapa saya, dengan amat antusias ia memeluk, "Kita adalah saudara." Lalu ia mengirim asistennya, Manuel, untuk menjanjikan suatu saat mengundang saya.

Alhasil, International of Volkart (IOV), organisasi yang mengundang saya ikut kongres, akhirnya berketetapan hati untuk memohon pada UNESCO agar menjadikan Andong sebagai Warisan Kebudayaan Dunia (World Heritage). Sebab, banyak peninggalan di kota ini berusia ratusan tahun, dan dapat dijadikan folklor dunia.

Misalnya, di sana terdapat jembatan kayu terpanjang dan tertua di Korea. Konon, siapa pun yang melintasinya akan bertambah usia selama 20 tahun. Walau dipapah, saya berhasil melewatinya. Mudah-mudahan berpengaruh bagi usia saya.

Baca Juga : Ngeri! Inilah 6 Operasi Plastik Paling Terkenal dan Sering Dilakukan di Korea Selatan

Artikel Terkait