Find Us On Social Media :

Kisah Kamboja yang Terbagi Dua Akibat Perang di Negerinya Sendiri

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 11 Oktober 2018 | 11:00 WIB

Intisari-Online.com – Yang bisa dijumpai memang bukan Pol Pot dalam pribadi, tetapi apa yang dilakukan regim Pol Pot selama ini. Pho Phorn merupakan salah seorang pelaku dan korban rezim yang bengis itu.

Mari kita simak tulisan Rolf Bokemeier, Mencari Pol Pot di Tuel Sleng, yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi November 1986 berikut ini.

Pho Phorn yang baru saja "dididik" untuk anti Pol Pot sekali lagi dididik untuk "mencintai" Pol Pot. Pho Phorn rupanya tak ingin bergabung dengan Khmer Merah lagi. Ia akhirnya berhasil melarikan diri.

Ia kembali ke Kompong Speu setelah menggranat komandannya yang sedang tidur dan membawa lari senjata bersama beberapa orang kawannya. Senjata-senjata itu diberikan pada tentara Kamboja di Kompong Speu.

Baca Juga : Makan Tikus Hidup untuk Bertahan, Berikut Lima Kengerian Rezim Khmer Merah Kamboja

Pho Phorn kelihatan bangga dengan tindakannya. Pria yang masih muda dan seperti anak sekolah itu separuh hidupnya sudah dihabiskannya dalam perang saudara, tetapi derita rupanya belum berakhir.

Kamboja masih belum bisa mengatasi kehancurannya. Rokok dari Barat, tape-recorder dari Singapura, kain dari Bangkok, serta jam tangan dari Hong Kong yang merupakan barang selundupan memang ada di pasar-pasar kaki lima.

Namun, untuk menukar uang dolar Amerika kita harus pergi ke pasar gelap. Soalnya, di pasar gelap, kurs 1 dolar Amerika adalah 72 riel, walaupun resminya hanya 7 riel.

Selain itu di Provinsi Prey Veng misalnya, jalan kelas satunya penuh lubang bekas ranjau. Kerusakan akibat ranjau itu sampai sekarangtidakdibetulkan. Daerah yang tadinya merupakan tanah persawahan yang baik itu kini kalau hujan kebanjiran, sedangkan kalau musim panas kekeringan.

Baca Juga : Khmer Merah yang Ingin Dirikan Negara Komunis Radikal Justru Digulingkan Vietnam yang Pernah Membantunya

Akibatnya, tanah persawahan itu tak bisa dipakai lagi. Sistem pengairan yang dulu dibuat ternyata tidak cocok. Insinyur-insinyur pengairan mungkin menyadari kekeliruan di masa Pol Pot. Namun, intelektualitas mereka telah dibunuh.

Prey Veng juga menjadi lapangan pembantaian di zaman Pol Pot. Di situ, kaum pria dan wanita yang bekerja untuk pemerintahan Kamboja di bawah Lon Nol telah disingkirkan. Ahli-ahli banyak yang mati atau hilang.

Kuy Yem bercerita, "Setiap pagi dan malam terdengar musik yang keras dari lapangan pembantaian. Ternyata, saat itu terjadi pembunuhan. Dari tengkorak para korban yang sempat digali, hampir semua bagian belakangnya retak. Rupanya mereka menghantam para korban dengan gada atau besi dari belakang."