Find Us On Social Media :

Hati-hati, Minum Obat saat Puasa Ada Aturannya, yang Bisa Berakibat Fatal Jika Diabaikan

By Ade Sulaeman, Sabtu, 3 Juni 2017 | 18:00 WIB

Minum obat tak memberi janji seratus persen tubuh bakal sembuh

Waktu penggunaan obat harus diperhatikan pula, apakah sebelum, bersama makan, atau sesudah makan.

Juga kadang-kadang dianjurkan untuk diminum pagi, sore, atau malam hari. Untuk obat diabetes mellitus sebaiknya dikonsumsi pagi hari bersamaan dengan makan sahur.

Jangan minum obat pada saat perut kosong, terutama obat-obat yang dapat mengiritasi lambung. Misalnya obat rematik/analgetik, seperti diklofenak natrium, piroksikam, asam tiaprofenat, naproksen, ibuprofen, aspirin, antalgin, dll.

Sebab, saat menjelang magrib asam lambung sangat berlebihan akibat menahan, lapar dan dahaga.  Untuk itu sebaiknya berbuka secukupnya dan setelah setengah jam kemudian barulah minum obat tersebut.

Namun jika absorpsi obat sangat dipengaruhi oleh makanan dan minuman, maka baru 1 - 2 jam kemudian obat diminum. Obat-obat yang absorpsinya dipengaruhi oleh makanan misalnya ampisilin, siprofloksasin, eritromisin, rifampisin, kaptopril, tetrasiklin, dll.

Sedangkan yang tidak dipengaruhi oleh adanya makanan, misalnya amoksisilin, obat diabetes mellitus (glibenklamid, glipizid, klorpropamid), teofilin, dll.

Antara magrib dan subuh (kurang lebih 10-11 jam) diatur waktu penggunaan obatnya. Misalnya, obat diminum 1 jam sesudah berbuka puasa, maka dosis berikutnya menjelang datangnya imsak/subuh, dan waktu sahur sebaiknya 1 jam sebelum datangnya imsak/subuh.

Sore atau malam hari dosis berikutnya diulang seperti waktu kemarinnya. Waktu untuk dapat minum obat semakin pendek, bila umat Islam menjalankan ibadah puasa di daerah yang waktu siangnya jauh lebih pendek daripada malam harinya.

Misalnya, di beberapa negara Eropa Utara atau Timur, Rusia, Alaska, Kanada. Tentunya alternatif cara pemakaian obat atau obat yang cukup sehari 1 kali merupakan pilihan yang tepat.

Bila kurang jelas, hendaknya berkonsultasi dengan dokter pada saat memeriksakan kesehatan, atau menanyakan kepada apoteker yang menyiapkan dan menyerahkan obat di apotek.

Informasi yang benar dalam penggunaan obat bagi penderita ataupun orang awam sangatlah penting diketahui agar tujuan terapi obat tetap optimal dan kesehatan penderita tetap terjaga selama menjalankan ibadah puasa.

(Drs. Suharjono. MS, Apt., staf pengajar pada Fakultas  armasi, Universitas Airlangga. Surabaya, seperti pernah dimuat di Majalah Intisari Januari 1998)