Intisari-Online.com – Terapi puasa kini ternyata banyak diminati dan cukup populer di Eropa dan AS. Pada sebuah klinik di dekat Pyrmont, Jerman, Dr. Otto Buchinger telah menyembuhkan banyak pasien dengan terapi puasa selama 2 - 4 minggu di samping upaya medis.
Konon mereka lebih cepat sembuh dan segar kembali, baik fisik maupun mental, juga lebih bergairah hidup.
(Baca juga: Puasa Bikin Sulit Konsetrasi? Dokter Spesialis Gizi Justru Nyatakan Puasa Bikin Otak Lebih Prima)
Yang disembuhkan itu antara lain penyakit pembuluh darah dan jantung, diabetes, insomnia, depresi, ginjal, tumor atau kanker, obesitas, juga rematik.
Bahkan seorang dokter, Dr. Yuli Nekolar, dari Moscow Institute of Psychiatry melaporkan hasil risetnya: upaya penyembuhan secara medis disertai dengan terapi puasa hasilnya lebih baik dan cepat. Begitu juga yang dijalankan oleh Klinik Health Spa di AS.
Makanan yang tertelan akan mengalami proses metabolisme, sehingga, sesuai dengan fungsinya, bisa dimanfaatkan sel-sel tubuh demi kelangsungan hidupnya.
Tetapi, proses metabolisme ini selalu menghasilkan sejumlah zat sisa (sampah dari tubuh), misalnya ureum, radikal bebas, atau lainnya yang harus dibuang oleh tubuh, karena bersifat racun.
Dengan berpuasa, terjadilah semacam proses pencucian, selain pembentukan zat-zat sisa juga jadi berkurang. Hasilnya, sel-sel tubuh jadi lebih segar atau muda kembali.
(Baca juga: Sukses Raih Liga Eropa, Paul Pogba sang Pemain Bola Termahal Dunia Awali Puasa dengan Ibadah Umrah)
Selain itu, puasa tidak hanya baik bagi kesehatan fisik, tetapi juga dapat mengendalikan gejolak emosi. Menurut Dr. Alan Scot dari AS, berpuasa ternyata membuat seseorang lebih mampu menguasai dorongan seksnya.
Lalu, bagaimana pengaruh puasa pada daya pikir seseorang? Selagi menahan lapar dan haus seharian, saluran pencemaan beristirahat.
Maka otot-otot peristaltik, kelenjar-kelenjar yang mengeluarkan enzim pencemaan, bahkan jaringan hati, juga tidak bekerja sepanjang pagi sampai petang.
Kondisi ini menyebabkan darah yang mengalir ke otak relatif lebih banyak daripada biasanya, sehingga bisa membuat orang lebih lancar berpikir.
Sebab itu, berpuasa secara teratur tak diragukan lagi dapat memperbaiki atau meningkatkan daya pikir atau nalar seseorang. Ini bisa ikut memacu kesuksesan.
Sejumlah riset menyimpulkan, perubahan jadwal makan dan minum selama berpuasa (dengan akibat lapar dan haus) hanya memiliki nilai stres 15. Ini jauh di bawah nilai stres 29 akibat perubahan tanggung jawab dalam pekerjaan, dan nilai stres 53 akibat sakit atau kecelakaan.
(Baca juga: Untuk Para Orangtua, Lakukan 6 Hal Ini Jika Anak Rewel saat Belajar Puasa!)
Apalagi, setelah puasa memasuki minggu kedua, umumnya stres tadi makin terkendali karena fisik maupun mental sudah beradaptasi secara mantap.
Soal risiko lesu tubuh atau kurang bergairah dalam aktivitas harian, sebenarnya bisa diatasi dengan bersikap atau bertindak proporsional. Saran-saran berikut ini bisa mengatasi masalah yang mungkin timbul selagi orang berpuasa.
Usahakan makan sahur selambat mungkin, dimulai kira-kira setengah jam sebelum imsak. "Sarapan fajar" ini sangat penting, dengan takaran yang sama seperti makan siang atau malam sehari-hari agar manfaatnya optimal.
Makan sahur berlebihan akan menyebabkan kadar gula dalam darah melonjak dan merangsang keluarnya hormon insulin yang mengangkut gula darah menuju seluruh jaringan tubuh guna diubah menjadi glikogen atau lemak, namun kelewat banyak.
Dalam jumlah normal, lemak sebagai cadangan sumber kalori (penghasil energi) mudah dibongkar kembali.
Sebaliknya, dalam jumlah berlebihan lantaran makan terlalu kenyang, lemak itu sukar sekali diuraikan menjadi gula darah kembali.
Akibatnya, orang bukannya bertambah kuat atau segar, justru cepat lesu.
Idealnya, santap sahur mengandung sepertiga total kalori. Pilihlah bahan makanan yang bisa membuat kenyang dalam waktu relatif lama.
Sumber karbohidrat terbaik adalah pisang atau kurma. Pisang kandungan gulanya baru terserap tubuh setelah 45 - 60 menit, sementara minuman ringan akan terserap tubuh setelah 20 - 30 menit.
Di samping itu, komposisi gizi pisang pun cukup prima, yaitu 79 kalori per 100 g, karbohidrat 19 g, serat 3,5 g, protein 1 g, lemak 0,3 g, kalium 0,3 g, juga memasok sekitar 16% kebutuhan vitamin C untuk orang dewasa dan kelompok vitamin B (riboflavin, niasin, thiamin).
Sedangkan kurma memang mengandung energi tinggi, yakni 240 kcal per 100 gram berat kering, dengan dominasi karbohidrat 64%, sedikit lemak dan protein (2%).
Selagi berpuasa, usahakanlah tetap bergiat seperti biasanya, asalkan jangan berlebihan. Ini untuk merangsang keluarnya hormon antiinsulin yang berfungsi melepas gula darah dari "gudangnya".
Jika seseorang bermalas-malasan selagi berpuasa, atau terlalu banyak tidur, maka tubuhnya makin kurang energi atau tak bertenaga, sebab kadar gulanya dibiarkan merosot terus secara drastis.
Berpuasa atau tidak, kegiatan olahraga akan menimbulkan perubahan biokimia dalam tubuh, yaitu pembongkaran energi dari sumbemya.
Olahraga menimbulkan panas hingga kita lihat- tubuh berkeringat dan cairan tubuh yang berkurang ini menimbulkan rasa haus.
Makanya, seandainya melakukan olahraga yang cukup berat, hendaknya dilakukan pada sore hari atau menjelang azan magrib, atau kalau mau 2,5 - 3 jam seusai berbuka puasa,
Berbuka puasanya pun hendaklah dengan santapan utama yang banyak mengandung bahan pembentuk energi.
Kalau azan magrib terdengar, usahakan berbuka puasa selekas mungkin. Sebab, menurut penelitian, 14 jam adalah batas waktu maksimum bagi tubuh kita menahan lapar dan dahaga.
Lebih dari itu mengandung risiko. Sebaiknya, berbuka puasa diawali dengan minuman manis dan makanan lembut berkadar gula tinggi (kurma, sirup, cendol, kolak, atau buah-buahan segar).
Sebaiknya tidak tancap langsung dengan makanan utama. Beristirahatlah barang 1 jam sebelum menyantap hidangan utama, agar tubuh kita mengembalikan kadar gula darah dan cairan tubuh ke posisi normal.
Apabila makan hidangan utama, usahakan agar menunya seimbang, jumlahnya pun tidak berlebihan, dan pilih yang mudah dicerna.
Oleh: Soekirao, staf peneliti PDH-UPI
(Seperti dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 1995)