Find Us On Social Media :

Hanum Rais Sebut Ayahnya Pernah Bertemu ‘Mantan Jenderal yang Sering Jadi Penghubung’

By Ade Sulaeman, Jumat, 2 Juni 2017 | 20:15 WIB

Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Amien Rais menggelar jumpa pers terkait uang Rp 600 juta yang disebut jaksa KPK berasal dari aliran dana kasus korupsi pengadaan alat kesehatan.

Saya hanya ingin berbagi bagaimana seorang Amien Rais menanggapi badai dan terjangan fitnah, deraan ujian, cobaan namun juga kebahagiaan. Mudah mudahan menjadi hikmah di bulan suci ini.

Terkembali kepada Anda yang menilai.

Di awal April 2017 lalu, Seorang Mantan jenderal yang duduk di posisi pemerintahan cukup strategis menemui Bapak. Ia mengatakan bahwa ia dikirim boss nya yang ingin bertemu Bapak. Ia ditugasi membuat titik temu & tempat. Bapak mengatakan "Monggo dengan senang hati, semua orang dari kalangan manapun saya temui, apalagi orang terhormat seperti bapak bos". Namun sang mantan jenderal mengatakan boss ingin bertemu di tempat rahasia, tidak tercium media, karena pembicaraan akan bersifat confidential. Bapak tercenung. Ini sesuatu yang aneh. Mengapa harus rahasia?

Singkat cerita Bapak menolak meski sang utusan berdalih: pertemuan penting yang tidak bisa jadi konsumsi publik. "Maaf, jika ingin bertemu silahkan tapi terbuka, biarkan media melansir, biarkan mereka tahu hasil pembicaraan, toh pasti terbaik untuk bangsa. Jika pertemuan rahasia, saya tahu, saya hanya akan jadi bangkai politik Anda".

Sang utusan mundur, pamit dalam kekecewaan. Saya mendengar dan melihatnya semua dari balik pintu di Joglo. Oh ini to Bapak Mantan Jenderal yang sering jadi penghubung itu.

Sepeninggal sang utusan, saya katakan pada Bapak. "Pak, beliau bos pasti akan tersinggung dengan jawaban Bapak. Dan it's just a matter of time, you'll be singled out. Hanya soal waktu Bapak akan diperkarakan entah bagaimana dan apa caranya."

Bapak mengangguk. Ia sangat paham.

Amien Rais, memang ayah saya. Tapi saya mengagumi bagaimana ia menerima suatu hal, yang bagi sebagian orang termasuk saya adalah musibah, tapi karena ia seorang insyaAllah rajulun shalih, ia menerimanya dengan lapang dada bahkan menganggap blessing in disguise, keberkahan yang terselip dalam sebuah ujian. Termasuk tuduhan menerima aliran dana. Ia tdk akan bersembunyi atau malah kabur. Blessing yg bagaimana? Silahkan nanti wartawan hadir.

Tdk hanya sekali ini sesungguhnya Bapak menerima tudingan ini. Yang bersifat seolah melanggar hukum, dicitrakan koruptif, hipokrit, dll yg muaranya satu: pembunuhan karakter krn manuver Bapak dianggap tdk kooperatif dgn para petinggi nasional. Hingga akhirnya saya menyimpulkan 'yang penting Amien Rais disebut dulu, diberitakan, dimunculkanlah opini dan bola liar fitnah yg keji di media, hingga kepingan2 tuduhan tersebut terbang tak terkontrol lalu setelah yakin the damage has been done, bahkan tdk akan terkoreksi lewat klarifikasi, selesai sudah misi. 36 tahun sy tahu benar bagaimana Bapak memberi perisai pd dirinya dalam kancah politik yg seringkali membuat orang lunglai karna tak kuat dirundung. Mereka adalah Salat, Puasa, tadarus, Dzikir, dan Sedekah.

Sama halnya ketika kemarin sy justru bersiasat bagaimana Bapak harus mengklarifikasi hal ini dengan ini dan itu, Bapak malah senyum dan hanya mengatakan: "yang terjadi pada Bapak semua atas ijin Allah The Almighty. Ini berkah! Ini berkah! Tdk sedikitpun bapak merasa ini hukuman atau ujian. Kamu kalau baca Al Quran, gak perlu berkelit atau takut. Hadapi dengan kejujuran"

Yah. Itulah saya, saya memang bukan Amien Rais. Saya masih anak-anak yang ketika terjadi suatu peristiwa yang memojokkan, justru terfikir bagaimana bersiasat agar tak jujur, atau membalasnya, atau malah ngelokro berputus asa. Memandang hal yg unfortunate dgn kacamata keberkahan, mgkn hanya bisa dirasa oleh orang yg maqom imannya sudah qualified.

Saya jd teringat suatu kali ketika saya ngelokro di kursi roda ketika selesai di kuretase keguguran. Bapak menggeledek saya dan tak henti hentinya saya menangis sambil saya gumam. "Saya sdh hopeless"