Find Us On Social Media :

Tradisi Tiban dan Beringin Roboh yang Bangkit Kembali saat Satu Suro

By K. Tatik Wardayati, Rabu, 5 September 2018 | 08:00 WIB

Intisari-Online.com – Masih banyak masyarakat, terutama di Jawa, yang menjalankan satu Suro dengan berbagai ritual.

Tulisan Asbari Nurpatria Krisna yang pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Agustus 1967 ini menggambarkan bagaimana tradisi ini begitu lestari.

Bila kita teringat Ngadiluwih, 8 km sebelah selatan Kediri, kita tidak bisa melupakan nama seorang pengarang Indonesia Pramudya Ananta Toer dan juga nama pengarang lain yaitu Toha Mohtar yang mempunyai banyak famili di sana.

Pramudya terkenal dengan Keluarga Gerilya, Cerita Dari Blora, Perburuannya, sedang Toha Mohtar terkenal dengan Pulang dan Daerah tidak Bertuannya.

Mungkin bagi kedua pengarang itu lebih  banyak mengenal daerahnya, tapi mungkin juga kurang, karena ternyata keduanya bertolak dari daerah yang jauh sekali dengan Ngadiluwih untuk menggarap novel-novelnya.

Baca juga: Larangan Menikah di Bulan Suro Bukan Hanya tentang Buang Sial, tapi Ada Maksud Lain di Baliknya

Turun-temurun telah menjadi semacam adat kebiasaan untuk setiap tanggal 1 Suro  mengadakan upacara Suran, yang di Ngadiluwih selalu menjadi acara tetap tiap tahun, dengan keramaian yang spesifik.

Lebih merian lagi jika orang sudah mencapai puncak keramalan itu sendiri, yaitu apa yang dinamakan Tiban.

Upacara dimulai

Upacara pada satu Suro adalah upacara memandikan senjata (keris, tombak dan sebagainya) secara bersama-sama (massal) di sungai. Bila kita telusuri sejarah, kita akan menemukan upacara mandi semacam itu disungai seperti di India, disungai Gangga.

Baca juga: Sejarah Malam 1 Suro Kenapa Dianggap Punya Makna Mistis dan Misterius

Upacara mandi ini seteah mengalami perkembangan tidak lagi harus disungai, tetapi untuk memandikan senjata secara massal itu, dibuatlah tempat yang bisa digunakan secara serentak, misalnya sebuah jambangan besar.

Sebelum upacara dimulai, dibuatlah orang berbagai sesajian, dan malamnya orang pada tirakatan, untuk memperoleh wahyu.