Find Us On Social Media :

Pernah Perang Udara Melawan China, Taiwan Rontokkan Pesawat Musuh Lebih Banyak

By Agustinus Winardi, Kamis, 30 Agustus 2018 | 09:15 WIB

Intisari-online.com - Ancaman agresi Cina terhadap Taiwan yang  tak pernah surut mau tak mau membuat negara yang  dianggap pembangkang oleh Cina itu terus bersiaga.

Salah satu kesiagaan dan kekuataan militer yang terus dibangun Taiwan adalah kekuatan udara (air power).

Cina sendiri yang mengklaim Taiwan sebagai salah satu propinsinya, tak mau tanggung-tanggung dalam menggelar ancaman.

Ratusan rudal balistik telah digelar di Beijing dan moncongnya diarahkan langsung ke Taiwan. Untuk melawannya, Taiwan pun tak tinggal diam.

Selain menyiapkan rudal balistik yang diarahkan ke Cina, rudal antirudal Patriot yang dibeli dari AS pun telah digelar.

Baca juga: Mulai Digunakan, Inilah Boeing P-8 Poseidon, Pesawat Intai AS yang Paling Ditakuti Rusia-China

Pesawat-pesawat tempur canggih yang sudah dilengkapi berbagai jenis rudal juga sudah disiagakan.

Tak hanya pesawat tempur yang kebanyakan dibeli dari AS, seperti  150 unit F-16 dan 60 unit  Mirage 2000-5 yang dibeli dari Perancis, pesawat buatan sendiri yang kemampuannya mirip F-16 pun sudah diproduksi Taiwan, yakni Ching-Kuo IDF (Indigenous Defensive Fighter).

Pesawat produksi Taiwan Ching-Kuo IDF yang merupakan turunan F-16 sengaja dirancang agar mampu bermanuver  tinggi dan disiapkan untuk mencegat pesawat dan kapal perang Cina.

Total produk Ching-Kuo mencapai 250 pesawat dan menjadi pelengkap kekuatan udara yang telah digelar.

Senjata yang menjadi andalan Ching-Kuo IDF mempunyai kualitas tak jauh beda dibanding senjata yang terpasang di F-16.

Baca juga: Hubungan Dengan Rusia-China Memanas, AS Aktifkan Armada Laut Era Perang Dingin

Khusus untuk persenjataan jenis rudal, jet tempur Ching-Kuo dilengkapi rudal air to air, AAM Tien Chien I (Sky Sword I) dan AAM Tien Chien II (Sky Sword II).

Jika perang antara Cina dan Taiwan benar-benar terjadi, tahap awal dari pertempuran bisa dipastikan akan dimulai dengan serbuan rudal, pesawat tempur, kapal perang.

Hujan rudal balistik yang diluncurkan dari Beijing sesuai strategi pertahanannya akan ditangkis oleh Taiwan menggunakan rudal yang sudah dipasok dari AS, Patriot.

Selain rudal penangkis Patriot, Taiwan ternyata juga memproduksi sendiri rudal sejenis, yakni Tien Kung. Rudal surface to air yang menghantam sasarannya dengan panduan radar itu mampu melesat sejauh 50 km.

Produksi besar-besaran Tien Kung dimulai sejak 1988. Rudal yang dikenal sangat akurat ini berbobot 915 kg dan panjang 5,3 m.

Terus Ditekan China, Negara-negara Ini Mungkin akan 'Tinggalkan' Taiwan

Untuk meningkatkan kemampuan, rudal Tien Kung II yang merupakan generasi lebih ampuh juga sudah diproduksi.

Rudal berbobot 1.115 kg dan panjang 8,1   yang paling dahsyat yang dimiliki Taiwan, yaitu Ching Feng.

Rudal yang cenderung dirahasiakan oleh Taiwan ini mampu melesat sejauh  130 km dan kepala rudalnya bisa dipasang nuklir.

Ketika kemampuan Tien Kung akan ditingkatkan hingga 1000 km, AS sempat melakukan tekanan terhadap Taiwan karena produksi rudal jenis Tien Kung II akan membuat Taiwan akan berambisi untuk memproduksi nuklir.

Konflik yang melibatkan China dan Taiwan, sebenarnya sudah tercetus sejak paska PD II, terutama ketika Perang Dingin antara Blok Timur dan Blok Barat makin memanas.

AU China (People Liberation Army Air Force/PLAAF)/ dan Taiwan (China Nationalist Air Force/CNAAF) sudah sering bentrokan udara di atas Selat Taiwan, terutama pada saat Krisis Quemoy bergolak.

Pesawat yang terlibat bentrok dan sebenarnya lebih mencerminkan permusuhan antara Blok Timur dan Barat.

PLAAF menggunakan pesawat buatan Rusia seperti MiG-15 dan MiG-17 sedangkan Taiwan menggunakan pesawat AS F-86 dan RF-84.

Dalam bentrok udara yang terjadi pada 1958, sejumlah pesawat dari kedua belah pihak rontok atau rusak akibat hantaman rudal.

Jenis rudal yang saat itu populer dan menjadi andalan F-86 adalah AIM-9B sementara rudal andalan MiG PLAAF adalah jenis AAA.

Duel udara antara MiG-17 PLAAF dan F-86 CNAF pada awal pertempuran cenderung dimenangkan oleh pilot-pilot CNAF.

Misalnya pada pertempuran udara yang berlangsung pada tanggal 29 Juli 1953, CNAF mengklaim hanya kehilangan dua F-18 G namun berhasil merontokkan sejumlah MiG.

Dalam pertempuran di Selat Taiwan yang kemudian melibatkan Armada Ketujuh AS, jumlah F-86 yang dikerahkan Taiwan sebanyak 48 sementara MiG yang dikerahkan PLAAF 68 pesawat.

Namun pada konflik yang berkobar hingga 1958 itu, pesawat-pesawat tempur yang dikerahkan oleh kedua Cina yang saling berseteru jumlahnya mencapai ratusan.

Hingga perang berakhir, kedua belah pihak saling mengklaim jumlah pesawat musuh yang berhasil dirontokkan.

PLAAF mengklaim berhasil menembak jatuh 14 pesawat tempur CNAF sedangkan CNAF mengklaim sukses merontokkan 32 pesawat tempur PLAAF.

Keunggulan CNAF cukup masuk akal karena pilot-pilotnya lebih terlatih  dibanding pilot-pilot PLAAF.

Baca juga: Malaysia Berutang Rp3.500 Triliun Terancam Bangkrut, Indonesia Berutang Rp5.000 Triliun Justru Tidak, Ini Alasannya