Find Us On Social Media :

Harapan Bung Karno Kalau Bendera Pusaka Sudah Terlalu Usang dan Tidak Bisa Dikibarkan Lagi

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 16 Agustus 2018 | 13:45 WIB

Setelah kutemukan, tinta yang diminta kuserahkan pada Bapak. Sambil menerima tinta tersebut Bapak bertanya apakah aku sudah makan. Kujawab belum. "Jangan makan dulu, nanti saja. Bantu Bapak dulu," katanya.

Baca juga: Kisah Cinta Fatmawati dengan Bung Karno dalam Buku Harian yang Ditulisnya Sendiri

Aku pergi ke beranda depan ruang kantor pribadi Bapak yang sekaligus menjadi ruang perpustakaan pribadinya. Di sini disimpan buku-buku Bapak sejak tahun 1919, yang berupa buku-buku politik, ekonomi, kebudayaan, filsafat, sosiologi, agama, dsb.

Di situ aku duduk di kursi dekat pintu keluar ke hall, di mana Bapak sedang menulis, sambil menahan lapar.

Tak berapa lama kemudian kudengar Bapak memanggil, “Tok, bawa kemari Declaration of Independence dari Thomas Jefferson!”

“Ya, Pak!” Cepat-cepat kucari buku yang diminta di perpustakaan. Sesudah kutemukan, kuserahkan pada Bapak. Lalu aku kembali lagi duduk di tempat semula.

Baca juga: Terkenal Gagah Berani, Bung Karno Ternyata Tidak Tegaan Melihat Binatang Tersiksa atau Diburu

Tak lama kemudian terdengar lagi suaranya. “Tok, ambilkan bukunya Abraham Lincoln!” Buku kuberikan dan aku pun kembali lagi ke tempat semula.

Selang berapa lama lagi, “Tok, kembalikan buku ini, bawa kemari bukunya Vivekananda!” Begitu terus, Bapak meminta diambilkan buku-buku yang diperlukannya untuk menyiapkan pidatonya.

Sambil menunggu Bapak aku jatuh tertidur di kursi sampai dibangunkan Bapak untuk diajak makan.

Beda dengan teks

Biasanya Bapak menulis di atas kertas kepresidenan ukuran folio. Bapak menulis dengan pulpen merk Parker dan selalu dengan model terbaru yang diisi dengan tinta merk Quink.

Baca juga: Gara-gara Harus Memberikan Sumbangan pada Bung Karno, Diturunkan Pangkatnya di Istana Merdeka

Setelah tulis tangan selesai, langsung diketik sebagai konsep. Konsep ini kemudian diperiksa dan diteliti kembali oleh Bapak sambil dikoreksi, ditambah atau dikurangi di mana perlu.

Baru setelah itu diketik sekali lagi di atas kertas kepresidenan menjadi naskah asli teks pidato untuk dibacakan pada pidato kenegaraan.

Namun, pada saat berpidato Bapak sering juga menambahkan beberapa hal lain. Ilham yang tiba-tiba muncul pada saat berpidato biasanya langsung diucapkan. Jadi teks asli pidato dengan teks yang dibuat berdasarkan hasil notulen atau rekaman biasanya tidak sama.

Baca juga: Tak Ingin Lihat Istri-Istri Suaminya, Fatmawati Tak Pernah Jenguk dan Hadiri Pemakaman Bung Karno