Find Us On Social Media :

Efiq Zulfiqar, Seniman Sunda yang Berkibar di Australia

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 13 Januari 2017 | 16:02 WIB

Efiq Zulfiqar, seniman Sunda yang berkibardi Australia

Intisari-Online.com - Kita tidak bisa menentukan di mana bakal meraih kesuksesan. Bisa di kota besar yang penuh gemerlap, bisa di kota kecil yang dingin, bisa di luar negeri, bisa juga di kota kecil yang dingin di luar negeri. Untuk kategori terakhir, Efiq Zulfiqar merasakannya.

Efiq, seniman Sunda yang berkibar di Australia.

Di sebuah kota kecil bernama Caboolture, sekitar 51 km dari Brisbane, Australia, Efiq mengukir kebesaran namanya. Alih-alih di bidang kesenian, kota ini lebih dikenal orang karena ladang strowberinya. Di sinilah Efiq menghabiskan hari-harinya sejak 2005 lalu.

(Seniman Ini Membuat Lencana untuk Mengapresiasi Pencapaian yang Kurang Dihargai)

Di sini, Efiq mengejar cita-citanya sebagai seniman dan memperkenalkan keindahan musik Jawa Barat. Ia berkolaborasi dengan para seniman lain dari berbagai latar belakang.

Lahir di Purwakata, Jawa Barat, Efiq menghabiskan masa remaja di kota Bandung. Berkat darah seni kental yang diwariskan oleh kedua orangtuanya, Efiq mempunyai ketertarikan terhadap beragam seni sejak usia muda.

Saat duduk di bangku SMP dan SMA, ketertarikan Efiq terhadap seni musik semakin bersemi. Ia menguasai gamelan degung, kecapi suling, dan kendang. Sebelum ke Australia, ia kerap tampil di acara-acara resmi di sekitar Bandung.

Berbekal gelar sarjana

Efiq lulus SMA pada 1989. Setelah itu ia memutuskan melanjutkan pelajaran musiknya di ASTI Bandung. Lulus dari studi diploma di sana tidak menyurutkan keinginannya untuk terus menambah ilmu.

“Meskipun banyak pelajaran dan pengalaman yang saya dapatkan di sana, ternyata saya merasa masih belum cukup," kata dia. “Kemudian saya melanjutkan studi ke STSI Denpasar, hingga lulus tahun 1997.”

Berbekal gelar Sarjana Seni, Efiq mulai mengembangkan sayapnya dan bergabung dengan beberapa group musik di Indonesia. Sebutlah, Idea, Zithermania, Jugala All Star, Sambasunda dan juga Krakatau. Dari sini ia mulai mengembangkan sayapnya ke luar negeri.

“Pada waktu bergabung dengan Krakatau, saat itulah pengalaman pertama saya ke luar negeri,” ungkap dia. “Negara pertama yang saya kunjungi adalah Australia. Waktu itu kita pentas di Manly Jazz Festival di Sydney tahun 1997. Kemudian di Cannes, Prancis, pada 2000, dan kita tour lagi ke Australia di tahun yang sama.”

Sepak terjangnya semakin luas ketika ia bergabung dengan Jugala All Star dan Sambasunda. Pengalaman di luar negeri itu menjadi sangat berguna bagi Efiq, sehingga semakin kuat niatnya untuk bergabung dengan seniman di panggung Internasional.

Efiq juga kerap menuangkan ide-ide dengan menulis komposisi musik. “Beberapa komposisi yang saya tulis di antaranya, Mandeh Lah Ondeh, Sweet Talking With Oling, Sisidueun, Kool n’ Trunk, Janari Kecil, Bentol Soca, dan Ronggeng Imut,” kata Efiq.

Sebelum memilih untuk tinggal di Australia, pada 2002 Efiq diundang sebagai Musician in Residence oleh yayasan AIAA. Di sana ia diminta mengajar gamelan di community group dan sekolah-sekolah di Australia.

Di Australia, Efiq memainkan alat-alat musik tradisional, sekaligus mempromosikan kekayaan seni dan budaya Indonesia. Ia juga melakukan workshop gamelan dan konser ke sekolah-sekolah di beberapa tempat di Australia.

“Pada tahun 2005, akhirnya saya memutuskan untuk hijrah ke Australia, bukan hanya karena alasan keluarga saya, tetapi juga banyak sekali gamelan group di sini yang membuat saya semakin betah,” kata Efiq.

Semenjak tahun 2002, Efiq sudah berhasil berkolaborasi dengan beberapa grup masyarakat dan musisi di seluruh Australia termasuk Sydney, Gosford, Byron Bay, Toowomba dan Brisbane. Bukan hanya dengan musisi dan grup asal Indonesia tetapi juga dengan musisi asli Australia dan India.

Efiq juga berhasil membuat musik ethic fusion yang memadukan musik elektronik dan tradisional. Dengan pengalaman yang sangat luas baik di dalam negeri maupun di luar, Efiq sudah menjadi cukup familiar dengan proses berkolaborasi.

Efiq menjelaskan proses ini secara rinci. Biasanya diawali dengan perkenalan atau rekomendasi dari teman atau sesama musisi. Setelah itu pertemuan musik atau jam session. Di saat jam session itu, muncul ide-ide atau gagasan baru yang dituangkan dalam kolaborasi musik.

“Itu bisa menghasilkan seni pertunjukan yang unik dan menarik,” ujar Efiq.

Ia juga menyadari bahwa ada manfaat sosial besar yang bisa diperoleh dari kegiatan kolaboratif seperti ini. Secara tidak langsung ia bisa mempererat hubungan antara Indonesia dan Australia.

“Seperti ada pepatah mengatakan, ‘tak kenal maka tak sayang’. Artinya kalau kita mengenali seni dan budaya Indonesia, maka kita semua harus menyayangi, menjaga dan juga melestarikanya,” celetuknya.

(Lima Seniman Kulit Hitam dengan Karyanya Melawan Stigma Kesehatan Jiwa)

Sebagai seniman yang dilatih yang sudah berlatih sejak usia muda, Efiq mengakui bahwa peran orangtua sangat penting dalam mendidik generasi muda untuk mencintai tradisi dan seni budaya Indonesia. Efiq juga menyadari bahwa ada manfaat secara psikologis ketika anak-anak bermain musik.

“Musik adalah terapi yang bisa membuat anak senang atau gembira,” pungkasnya.

Sumber: Kompas.com