Intisari-Online.com -Tidak semudah membatik mori, kain sutera membutuhkan penanganan yang cukup teliti. Tak heran jika harga juga meninggi. Intisari Maret 1992 secara eksklusif pernah menghadirkan, bagaimana rumit dan eksklusifnya batik sutera.
Salah satu tokoh batik sutera yang pernah ada adalah Yusman Siswandi. Saat artikel ini ditulis pertama kali oleh Intisari, Yusman telah berusia 43 tahun. Tidak banyak yang mengenal sosok murah senyum ini, tapi gerai-gerai batik di Ibu Kota, seperti Bin’s House, banyak memajang batik-batik karyanya.
Pemilihan Solo sebagai “kawah” berkaryanya bukan tanpa alasan. Dia beralasan, sejak kecil, orang-orang Solo sudah akrab dengan batik. Rata-rata mereka sudah memiliki keahlian, tinggal diberi pola dasar dan dipoles sedikit.
Sejatinya, Yusman tidak mempunyai dasar yang baik dalam membuat batik. Tapi, dia adalah sosok yang mahir dalam tenun. Tidak sembarangan, tahun 1974, Yusman membuat penelitian mengenai kerajinan tenun di beberapa wilayah di Indonesia. Tuban, Lombok, Ujung Pandang (Makasar sekarang), Bali, Palembang, dan Singkawang.
Bersama salah seorang kawannya, dia membuat lurik dan tenun ikat sutera. Setelah itu, karya mereka dikembangkan sedemikian rupa. Termasuk menggabukannya dengan seni batik yang baru dia kuasai belakangan.
Yusman juga bukan seorang bos yang otoriter. Dia selalu memberi kebebasan kepada anak buahnya untuk terus berkreasi, terutama dalam goresan dan pola-pola.
“Kami mempunya standar dan kualitas, dan akan selalu berusaha untuk meingkatkannya,” ujar Yusman.