Find Us On Social Media :

Ketika Kapal Perang AS Merontokkan Pesawat Komersil Iran yang Berisi 290 Orang Akibat Kesalahan Radar dan Kecerobohan Awak Kapal

By Agustinus Winardi, Minggu, 8 Juli 2018 | 06:00 WIB

Baca juga: Kisah Para Tentara Bayaran di Irak: Gajinya Gede Tapi Jadi Sasaran Favorit Pembom Bunuh Diri

Dalam hitungan detik, pesawat komersil Iran pun meledak dan menewaskan seluruh penumpangnya yang berjumlah sebanyak 290 orang.

Dunia pun gempar akibat tragedi yang mengerikan itu dan mengecam AS sebagai negara brutal sekaligus menyalahkan awak kapal USS Vincennes telah melakukan tindakan bodoh dan ceroboh.

Setahun kemudian (1989) Iran melakukan penuntutan dan pemerintah AS sendiri mengakui kesalahannya.

Pemerintah AS kemudian memberikan kompensasi ke seluruh keluarga korban senilai lebih dari 61 juta dolar AS.

Tragedi tertembak jatuhnya pesawat komersil Iran yang disimpulkan karena kemampuan radar kapal perang AS yang telah berfungsi salah dan kecerobohan komandan kapal perang USS Vincennes menjadi pelajaran berharga dan digarapkan jangan sempai terulang lagi.

Namun tragedi serupa ternyata terulang lagi ketika pesawat komersil sedang melintas di kawasan udara suatu negara yang sedang dilanda konflik peperangan.

Kasus tertembaknya pesawat komersil oleh serangan rudal dalam situasi sedang terjadi peperangan bahkan beberapa kali terjadi.

Salah satunya adalah ketika pesawat komersil Malaysia MH-17 yang sedang terbang dari Belanda lalu ditembak jatuh oleh pasukan Ukraina (2014) menggunakan rudal buatan Rusia.

Pesawat Malaysia itu sengaja ditembak jatuh karena dikira pesawat Rusia yang digunakan untuk kepentingan militer.

Baik tragedi rontoknya pesawat komersil Iran maupun Malaysia sebenarnya merupakan tindakan militer yang disengaja karena terdorong oleh situasi suatu negara yang sedang perang.

Ironisnya tertembak jatuhnya pesawat komersil akibat peluncuran rudal di saat perang cenderung 'dibenarkan' sehingga menjadi tragedi yang juga cepat dilupakan oleh masysrakat dunia internasional.

Yang jelas, ketika suatu negara sedang berkecamuk  peperangan, penerbangan komersil yang sedang melintas di jalur rawan itu akan memiliki resiko sangat  tinggi.

Contohnya, ketika Korut sedang giat meluncurkan rudal balistik ke laut Jepang (2017) , pesawat-pesawat komersil yang sedang melintas di jalur itu sejumlah di antaranya ternyata nyaris ‘menabrak rudal’.

Tapi dunia internasional masih diam karena tidak ada satu pun pesawat komersil yang jatuh akibat menabrak rudal Korut.

Oleh karena itu untuk menghindari sergapan rudal yang umumnya merupakan jenis rudal pencari panas (warming seeker), dalam artian rudal akan mengejar gas buang (after burner) pesawat. 

Sebaiknya para pilot penerbangan komersil menghindari jalur penerbangan rawan konflik sehingga terhindar dari bencana.