Advertorial
Intisari-Online.com - Peristiwa tabrakan antara kapal cepat torpedo, PT-109 yang dikomandani John F Kennedy (JFK) dan destroyer Jepang di Perairan Solomon (Agustus 1943) sangat dahsyat.
Tabrakan hebat yang sampai menimbulkan ledakan serta kilatan api itu sebenarnya terlihat oleh seorang personel pasukan pengawas pantai di Australia, yakni Letan Arthur Reginald Evans.
Letnan Evans saat itu berada di pos pengamatannya di posisi tertinggi, yakni puncak gunung Kolombangara Island.
Laporan Letnan Evans lalu ditindaklanjuti oleh US Navy dan armada PT dengan mengadakan upacara tabur bunga di lokasi kecelakaan.
Upacara tabur bunga itu diakukan karena JFK dan para rekannya diyakini telah tewas.
Tapi sebaliknya Letnan Evans yang masih penasaran menyuruh dua warga lokal, yakni Biuku Gasa dan Eroni Kumana untuk menjelajahi lokasi sekitar kejadian sambil berharap semoga ada awak PT-109 yang selamat.
Mareka berlayar dengan menggunakan kano, kapal tradisional yang dikayuh dayung dan sulit dideteksi kapal patroli Jepang.
Ketika mereka tengah berkeliling di pinggrian pantai tiba-tiba terdengar teriakan yang berasal dari JFK.
(Baca juga: John F. Kennedy, Pahlawan Perang yang Nyaris Tewas di Lautan Setelah Dihantam Kapal Perang Jepang)
Gasa dan Eroni pun mendayung mendekat, sementara anak buah Kennedy yang bersembunyi telah menyiagakan senapan serbu Tommy Gun dalam posisi siap tembak.
Kennedy sebenarnya curiga pada dua orang yang semula dianggap tentara Jepang itu.
Akhirnya setelah keduanya mendarat barulah semua jelas bahwa dua orang berkulit sawo matang kehitam-hitaman itu adalah penduduk pribumi.
Mereka kemudian saling berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat.
(Baca juga: Kabar Bahagia, Donald Trump Izinkan Pengungkapan Dokumen Pembunuhan John F. Kennedy)
Lewat bahasa isyarat yang didukung penjelasan melalui goresan di pasir, Kennedy dan anak buahnya pun paham bahwa dua nelayan itu sengaja dikirim untuk mencari mereka.
Kennnedy lalu menuliskan pesan rahasia yang kemudian dibawa oleh Gasa dan Eroni.
Perlu perjuangan keras bagi dua nelayan itu untuk menemui Letnan Evans.
Pasalnya selama mendayung menempuh jarak 65 km nyawa keduanya selalu terancam oleh kapal patroli Jepang.
Setelah mengetahui awak kapal PT-109 sebagian besar selamat dan harus segera dievakuasi, US Navy lalu mengirim PT-157 yang dikomandani Letnan William Liebenow untuk menjemput.
JFK sudah diberi tahu melalui Gasa dan Eroni yang waktu itu akan datang bersama Letnan Evans. Jika PT-157 muncul, JFK harus melepaskan isyarat sandi berupa empat kali tembakan.
Ketika PT-157 mendekati pulau Olasana JFK pun mencabut pistolnya dann mulai menembak.
Di dalam magasen ternyata hanya tersisa tiga peluru. Letnan Evans pun segera memberikan senapannya sehingga tembakan sandi pun genap empat kali.
(Baca juga: Beginilah Ramalan Tanda Tangan Orang Terkenal, dari John F. Kennedy hingga Ratu Elizabeth)
(Baca juga: Saat John F. Kennedy Mengembalikan Jam Pemberian Presiden Meksiko)
JFK dan anak buahnya akhirnya bisa dievakuasi dan pulang ke AS.
Tatkala JFK mencalonkan diri sebagai presiden AS dan kemudiann terpilih, kisah heroisme PT-109 dan penyelamatan anak buahnya kembali mencuat karena para pendukung dan media massa melakukan ulasan ulang.
Semasa menjabat presiden, JFK juga melakukan kunjungan ke Olasana dan bertemu dengan para peyelamatnya.
Pada tahun 2002, National Geographic bahkan melaksanakan pencarian terhadap reruntuhan PT-109 di perairan Solomon dan berhasil menemukannya.
Penemuan reruntuhan itu kembali membangkitkan kisah heroisme JFK kendati presiden AS legendaris tersebut telah meninggal pada 22 November 1963.