Penulis
Intisari-Online.com - Ignasius Jonan baru saja dilantik sebagai Menteri ESDM oleh Presiden Joko Widodo. Untuk memudahkan kerjanya di kementerian itu, laki-laki kelahiran Singapura itu akan didampingi oleh Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM.
Reputasi Jonan mulai dikenal banyak orang ketika menjadi Direktur Utama PT KAI. Ia mengubah PT KAI dari BUMN yang melulu merugi menjadi BUMN yang bisa menghasilkan untung hingga Rp400 miliar per tahun.
Seperti sulap, perubahan itu hanya berlangsung dalam tempo 2-4 tahun. Meski demikian, sembari berkelakar, Jonan mengaku tak bisa sulap.
“Saya sudah mengenal Intisari sejak kecil. Ayah saya dulu langganan majalah ini. Sekarang Intisari sedang merayakan ulangtahun ke-50, ya. Sama dong dengan umur saya, ha..ha..ha. Selamat buat Intisari! Tidak mudah bagi sebuah unit usaha bisa bertahan selama itu. Pasti selalu ada inovasi dan regenerasi yang berkelanjutan,” ujar Jonan dalam sebuah wawancara dengan Intisari.
Perusahaan Kereta Api Indonesia (KAI) juga tak kalah tua, bahkan jauh lebih tua karena sudah ada sejak 1945. Pemerintah menunjuknya untuk memimpin PT KAI pada 2009. Harus diakui, kondisinya saat itu jauh dari harapan. Selain kerap merugi, pelayanannya pun sering dikritik.
Jika ditanya sebesar apa keyakinannya saat ditunjuk memimpin PT KAI? Ia dengan tegas menjawab, tidak tahu. Sebab baginya yang terpenting adalah bekerja semaksimal mungkin. Jonan tipe orang yang fair. Jika gagal, tidak perlu dipecat, pasti ia akan mundur dengan sendirinya. Selain itu, ia tipe nothing to lose karena tidak punya kepentingan politik atau apa pun.
Beberapa kalangan juga menyebut, background pendidikan dan pekerjaannya tidak tepat untuk memimpin PT KAI. Basis pendidikan Jonan adalah keuangan. Pekerjaannya dulu, salah satunya di Citibank, juga mengurusi masalah finansial. Sementara latar belakang tentang transportasi tidak ada sama sekali. Tapi apakah betul antara perusahaan keuangan dan perusahaan transportasi tidak ada hubungannya?
Bagi Jonan, dua bidang ini justru tidak berbeda jauh. Keduanya sama-sama bergerak di bidang service industry. Subtansinya sama persis, yakni pelayanan. Yang berbeda hanya packaging atau kemasannya. Jika bidang perbankan alat pelayanannya produk keuangan, di PT KAI alat pelayanannya gerbong dan kereta. Oleh karena itulah, ia tidak merasa gentar sedikit pun saat disuruh mengurusi kereta api.
Beberapa bulan setelah menjabat direktur utama PT KAI, ia dan keluarga meninjau persiapan arus mudik Lebaran 2009. Saat itu banyak sekali penumpang yang keleleran di stasiun dan tidak mendapat tempat duduk meski sudah membeli tiket. “Papi bagaimana sih. Kasihan kan mereka. Kalau seperti ini, berarti kerja Papi enggak bener dong,” kritik anaknya.
Setelah dipikir-pikir, benar juga omongan anaknya itu. Tidak selayaknya penumpang yang sudah membeli tiket mendapat perlakuan seperti itu. Satu-satunya jalan agar hal seperti itu tidak terjadi lagi mesti dilakukan perubahan. PT KAI tidak boleh lagi berorientasi ke produk tapi harus diubah ke pelayanan. Jadi, tidak boleh lagi membuat sesuatu yang kami mau, tapi harus membuat apa yang pelanggan mau. Sesederhana itu.
Itu adalah cerita Jonan ketika menjadi Dirut PT KAI. Kini ia dipercaya sebagai Menteri ESDM. Tentu saja ranah kerjanya berbeda dengan sebelumnya. Apakah ia mampu? Hanya Jonan yang mampu menjawabnya. Tapi yang jelas, semoga kemampuan “sulap”nya bisa mengubah situasi di tubuh ESDM menjadi semakin lebih baik.