Ignasius Jonan (4): Kapitalis? Bukan Salah Saya

Birgitta Ajeng

Editor

Ignasius Jonan (4): Kapitalis? Bukan Salah Saya
Ignasius Jonan (4): Kapitalis? Bukan Salah Saya

Ini adalah penuturan Ignasius Jonan yang dimuat di Majalah Intisari edisi September 2013 dengan judul asli “Ignasius Jonan: Saya Tidak Bisa Sulap".--Intisari-Online.com - Anda bertanya, apakah saya terlalu kapitalis? Sebab saat ini muncul tudingan bahwa harga tiket kereta api jarak jauh tidak lagi bersahabat dengan rakyat kecil. Kualitas pelayanan meningkat, tapi harga tiketnya jauh lebih mahal ketimbang 3-4 tahun lalu.Sekarang saya balik bertanya. Apakah ada undang-undang yang saya langgar? Coba lihat tulisan PT KAI dan bandingkan dengan PT BRI. Keduanya sama-sama perseroan terbatas. Tugasnya adalah menghasilkan profit untuk negara. Tahun lalu, BRI bisa menghasilkan Rp8 triliun. Sementara PT KAI hanya Rp400 miliar. Tapi kok tidak ada yang protes terhadap BRI?Harap diketahui, tugas utama yang dibebankan ke saya adalah meningkatkan kualitas pelayanan PT KAI. Jangan sampai kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura. Agar kualitas pelayanan meningkat, maka pegawai harus sejahtera dulu. Masalahnya, saya tidak punya mesin pencetak uang di rumah dan tidak bisa sulap.Jadi, dari mana datangnya uang untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai?Satu-satunya jalan ya menaikkan harga tiket. Jika harga tiket dianggap terlalu mahal, silakan rakyat meminta pemerintah melakukan subsidi. Maka harga pasti akan turun. Oleh sebab itu, kalau ingin harga tiket menjadi murah, tanggung jawabnya ada di pemerintah. Bukan di PT KAI.Saat ini para pegawai PT KAI seperti menemukan harga dirinya yang hilang. Standar gaji mereka sudah lumayan dan cukup membanggakan. Jika dulu sering merasa rendah diri saat memakai seragam –karena dianggap bekerja di BUMN yang tidak bergengsi, kini mereka lebih percaya diri. Tanpa bermaksud menyombongkan diri, kini PT KAI terlihat lebih “bernilai” terutama di kalangan para pencari kerja. (bersambung)