Find Us On Social Media :

Cenderung Lakukan Serangan Kilat Saat Sasaran Lengah, Alasan Serangan Teroris Selalu Mematikan

By Agustinus Winardi, Kamis, 10 Mei 2018 | 15:15 WIB

Intisari-Online.com - Setelah PD II berlalu, pasukan kavaleri dan kekuatan udara tetap menjadi andalan untuk melancarkan serbuan kilat ( blitzkrieg) karena kemampuannya yang sangat mobil dan sekaligus memiliki daya gempur serta pertahanan yang hebat.

Bahkan dalam perang terkini seperti Perang Teluk, Perang Irak dan Perang Afghanistan, serbuan blitzkrieg sudah menjadi tolok ukur keberhasilan suatu operasi militer.

Ini karena kemampuannya untuk menghancurkan musuh dalam waktu singkat selain menghemat biaya juga mampu mencegah jatuhnya korban jiwa dalam jumlah yang lebih besar.

Pasca PD II taktik serangan kilat banyak mewarnai berbagai pertempuran yang terus berkecamuk seperti yang dipraktekkan militer Korea Utara sewaktu menggempur Korea Selatan.

Baca juga: Petugas Vs Tahanan Teroris di Mako Brimob, Bisakah Teroris ‘Disembuhkan’?

Dalam waktu singkat wilayah Korsel berhasil dikuasai dan mendesak pasukan Korea Selatan dan AS ke wilayah Pusan.

Serangan kilat ini mampu mencerminkan taktik tempur yang efektif untuk mengalahkan pasukan musuh bersenjata lengkap dan memiliki pasukan besar tapi dalam kondisi sedang tidak siap (lengah).

Dalam Perang Vietnam yang berkecamuk setelah Perang Korea, taktik serbuan kilat juga dipraktekkan oleh pasukan Vietnam Utara sehingga mengakibatkan pasukan Vietnam Selatan dan AS harus menerima kekalahan pahit.

Jatuhnya ibukota Vietnam Selatan, Saigon, mencerminkan betapa serbuan kilat yang didukung oleh pasukan tempur bermoril tinggi telah sukses menghancurkan pasukan berkekuatan lebh besar dalam waktu singkat.

Baca juga: Inilah Sosok Abu Bakar Al Baghdadi, Pemimpin ISIS yang Disebut-sebut Tahanan Terorisme di Mako Brimob

Dalam konflik bersenjata di kawasan Timur Tengah taktik serbuan kilat juga terus mewarnai berbagai pertempuran yang terus saja terjadi seperti Perang Enam Hari dan Perang Yom Kippur antara pasukan Arab melawan Pasukan Israel.

Berkat taktik serangan kilat atau pre emtive strike, militer Israel sukses menggulung lawannya.

Tapi dalam Yom Kippur War pasukan Israel juga mengalami kehancuran dalam jumlah besar akibat serbuan kilat yang dilancarkan pasukan Suriah dan Mesir.

Berdasar pengalaman tempur, serbuan kilat dan pre emtive war terbukti telah sukses menghancurkan pasukan musuh dalam waktu singkat.

Baca juga: Ali Hassan Salameh, Teroris yang Tak Hanya Diburu oleh Mossad tapi Juga oleh para Wanita

Keberhasilan taktik tempur yang kadang terkesan licik itu, sekaligus menunjukkan betapa lemahnya pasukan lawan meskipun dalam jumlah besar dan didukung persenjataan serba canggih tapi menjadi tidak berdaya ketika harus menrghadapi serrbuan kilat yang terencana secara matang.

Serangan kilat bahkan menjadi mesin perang yang mematikan ketika dipraktekkan secara tak lazim seperti serbuan Kamikaze Jepang dan serangan teroris menggunakan pesawat komersil yang pernah dialami oleh AS.

Serangan teror 9/11 2001 ke AS telah menunjukkan betapa serbuan serentak lewat udara dan menggunakan pesawat sipil yang difungsukan seperti rudal telah suskes memporak-porandakan superiortas dan intelijen militer AS dalam sekejap mata.

Demikian pula dengan superioritas pasukan Israel yang telah mengalami kegagalan memalukan ketika tank-tank Merkavanya berhasil dihancurkan oleh para pejuang Hizbullah.

Berkat taktik tempur gerilya, didukung keberanian bertempur di garis depan dan taktik pertempuran serbuan kilat hasilnya demikian dahsyat .

Serbuan kilat yang terencana matang, didukung persenjataan memadai, dan berkekuatan personel pasukan bermoril tempur tinggi, telah menjadi mesin perang efektif untuk menghancurkan pasukan musuh sekalgus menggagalkan operasi militer musuh yang mungkin saja telah dirancang secara matang selama bertahun-tahun.

Serangan teroris yang berlangsung di jantung Ibukota Jakarta, Thamrin (Kamis/14/2016) tampaknya juga menggunakan taktik serangan kilat ketika aparat TNI/POLRI sedang tidak dalam siaga I.

Kondisi pengamanan siaga I baru saja diterapkan TNI/POLRI pada peringatan hari Natal (2015) dan Tahun Baru 2016 serta diwarnai oleh aksi penangkapan sejumlah teroris sehingga mengesankan negara telah aman dari ancaman terorisme.

Kondisi 'aman' itu rupanya dimanfaatkan betul oleh para teroris untuk melancarkan serangan kilat secara terencana sekaligus memberikan pesan bahwa aparat keamanan dan intelijen telah kecolongan.

Kerusuhan tahanan teroris di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok (Kompas.com 09/05/2018) yang sampai membuat pasukan Brimob kewalahan, mengindikasikan para tahanan teroris tidak melakukannya secara spontan tapi terencana dan berlangsung cepat karena sampai jatuh 6 korban jiwa. (www.detik.com 09/05/2018).

Tahanan teroris bahkan berhasil merebut senjata dan menyandera polisi. Akibatnya lima polisi tewas dan satu tahanan teroris juga tewas.

Baca juga: Sule Digugat Cerai Istri, Yuk Kenali Gangguan Neurosis yang Bikin Perkawinan Tidak Harmonis