Find Us On Social Media :

Bagaimana Kerajaan Samudra Pasai di Aceh Pernah Dikalahkan Bangsa Portugis?

By Afif Khoirul M, Kamis, 17 Oktober 2024 | 13:30 WIB

Ilustrasi - Kapal Portugis menuju Samudera Pasai.

Sebelum badai datang menerjang, Samudra Pasai berdiri tegar sebagai kerajaan maritim yang disegani. Letaknya yang strategis di jalur perdagangan Selat Malaka menjadikannya pusat perdagangan internasional.

Kapal-kapal dari Cina, Arab, India, dan Persia berlabuh di pelabuhannya, membawa berbagai komoditas berharga. Lada, emas, dan kapur barus menjadi komoditas utama yang menarik minat para pedagang asing.

Kemakmuran ekonomi Samudra Pasai juga tercermin dari penggunaan mata uang emas yang disebut dirham. Mata uang ini menjadi bukti kedaulatan dan stabilitas ekonomi kerajaan.

Selain sebagai pusat perdagangan, Samudra Pasai juga menjadi pusat penyebaran agama Islam di Nusantara. Para ulama dan cendekiawan datang dari berbagai negeri untuk menimba ilmu dan menyebarkan ajaran Islam.

Ibnu Batutah, seorang penjelajah Muslim terkenal dari Maroko, menyebutkan dalam catatan perjalanannya tentang kemakmuran dan keramahan penduduk Samudra Pasai ketika ia berkunjung pada tahun 1345.

Ia menggambarkan Sultan al-Malik az-Zahir sebagai seorang penguasa yang saleh dan dermawan.

“Negeri Samudra Pasai sangat subur... Sultannya sangat memperhatikan para fakir dan ulama... Ia sering mengadakan jamuan makan untuk para ulama dan orang-orang saleh.” (Tulisan Ibnu Batutah)

Namun, di balik kegemilangannya, Samudra Pasai menyimpan kelemahan internal yang menjadi celah bagi bangsa asing untuk menguasainya.

Bayang-bayang Portugis di Ufuk Timur

Kedatangan bangsa Portugis di Nusantara diawali oleh semangat penjelajahan samudra dan ambisi untuk menguasai jalur perdagangan rempah-rempah.

Setelah menaklukkan Malaka pada tahun 1511, Portugis mengalihkan perhatian mereka ke Samudra Pasai.

Beberapa faktor melatarbelakangi serangan Portugis ke Samudra Pasai. Pertama, Portugis ingin menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka.