Find Us On Social Media :

Cerita 94 Jawa Pertama yang Injakkan Kaki di Tanah Suriname, Ada yang Diculik Ada yang Disirep

By Moh. Habib Asyhad, Sabtu, 12 Oktober 2024 | 14:41 WIB

Pada Oktober 1890, 94 orang Jawa untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di Suriname. Mereka adalah kloter pertama buruh-buruh Jawa yang dikirim Belanda ke sana.

Kebanyakan dari mereka memang sebenarnya tidak ingin pergi ke "Srinama", begitu mereka menyebut "tanah sabrang" itu. Seperti juga cerita seorang informan wanita pada Dr. Yusuf Ismael (almarhum diplomat senior RI).

"Pada suatu hari, ketika sedang belanja di pasar, saya didekati seorang wanita setengah baya, yang mengaku sebagai teman bibi saya. Dia bilang saya harus buru-buru pergi menemui bibi saya yang sedang menunggu di rumahnya. Kami lalu naik andong. Tapi saya heran karena jalan yang ditempuh bukan menuju rumah bibi saya. Menurut wanita itu, bibi saya menunggunya di tempat lain, bukan di rumahnya. Saya lalu dibawa ke sebuah lumbung padi. Saya jadi ketakutan dan jatuh pingsan selama beberapa saat. Ketika sadar, tahu-tahu sudah berada di atas kapal yang sedang berlayar ...."

Keanekaragaman cara para emigran datang ke Suriname juga dijumpai oleh Dr. Parsudi Suparlan - antropolog UI yang pada tahun 1974 meneliti atas 389 emigran Jawa di Suriname.

193 di antaranya mengaku datang karena ditipu, 9 wanita karena diculik, 70 karena sudah tidak kerasan lagi di Jawa, 90 karena ikut orangtua, saudara atau pasangan hidup dan cuma 27 yang mengaku karena keinginan sendiri.

Di antara 193 yang merasa ditipu itu, ada 6 orang yang bilang telah disirep terlebih dulu. Sedangkan yang lain ditipu dengan teknik lebih mudah, seperti disuruh cap jempol di atas selembar kertas, tanpa mereka tahu bahwa kertas itu adalah surat perjanjian kontrak sebagai kuli di Suriname.

Sedangkan yang mengaku datang karena keinginan sendiri, ada yang karena menjadi buronan di Jawa.

Pihak kompeni sendiri dalam membenarkan tindakan pengangkutan para buruh ini, berdalih bahwa penduduk Jawa sudah terlalu padat. Sehingga lewat alasan tadi, sejak tahun 1890-1939, tercatat 34 kali pengapalan kuli kontrak, dengan jumlah keseluruhan 31.499 orang.

Sementara itu jumlah yang kembali ke Jawa, dari tahun 1897 - 1939 dalam 23 kali pengapalan, hanya 8.130 orang. Kontrak bagi emigran Jawa yang mau atau terpaksa mau menyambung hidup di 'tanah sabrang' itu berisi sejumlah pasal.

Pertama, kontrak kerja berlaku untuk masa 5 tahun kerja berkesinambungan, dengan masa kerja 6 hari seminggu, 7 jam kerja sehari di kebun atau 10 jam kerja di pabrik. Kedua, pekerja pria usia di atas 16 tahun mendapat upah 60 sen sehari. Sedangkan wanita dan anak-anak usia 10-16 tahun mendapat upah 40 sen sehari.

Pasal ketiga mencantumkan keharusan majikan untuk menyediakan tempat tinggal dan perawatan kesehatan gratis. Keempat, untuk masa 3 bulan pertama sejak tiba di Suriname, para pekerja memperoleh makanan dan barang-barang yang harus dibayarkan kemudian. Sedangkan pasal terakhir menyebutkan hak setiap pekerja seusai 5 tahun kerja untuk kembali ke Jawa dengan biaya ditanggung majikan.

Janji gombal

Selain kelima pasal kontrak itu, para buruh Jawa juga diiming-imingi janji lain. Bila si buruh mau memperpanjang kontrak kerjanya, maka ia berhak memperoleh bonus sebesar 20 gulden setiap tahun perpanjangan. Maksimum bonusnya 100 gulden untuk masa 5 tahun.