Find Us On Social Media :

Mengapa Seni Rupa Dapat Digunakan untuk Mengenang Sejarah dan Peristiwa Tertentu

By Afif Khoirul M, Jumat, 11 Oktober 2024 | 11:30 WIB

Ilustrasi - Berikut ini adalah eberapa pengaruh Hindu Buddha dalam seni rupa dan ukir di Indonesia.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di tengah riuhnya dunia yang terus berputar, manusia senantiasa mencari cara untuk mengabadikan jejak-jejak peradabannya.

Sejarah, dengan segala lika-likunya, menjadi saksi bisu perjalanan manusia mengarungi waktu.

Dan di antara beragam cara untuk merekam dan mengenang sejarah, seni rupa hadir sebagai bahasa universal yang mampu menembus batas ruang dan waktu.

Lukisan, patung, relief, dan berbagai bentuk seni rupa lainnya, menjelma menjadi jendela yang menghadap ke masa silam.

Goresan kuas, pahatan, dan guratan tinta, bukan sekadar coretan tanpa makna, melainkan untaian kisah yang dibisikkan dari masa lampau.

Lantas, mengapa seni rupa memiliki daya magis untuk mengabadikan sejarah dan peristiwa tertentu?

Mari kita telusuri lebih dalam misteri di balik kanvas dan pahatan ini.

1. Rekaman Visual yang Abadi

Seni rupa, pada hakikatnya, adalah rekaman visual. Ia menangkap momen, suasana, dan emosi dari suatu peristiwa, lalu membekukannya dalam bentuk karya seni.

Sebuah lukisan perang, misalnya, dapat menggambarkan dengan detail suasana mencekam di medan laga, ekspresi para prajurit, hingga strategi perang yang digunakan.

Contohnya, lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh (1857) menghidupkan kembali momen dramatis penangkapan sang pangeran, lengkap dengan detail busana, ekspresi wajah, dan latar belakang peristiwa.

Lukisan ini bukan hanya sekadar karya seni, melainkan juga rekaman visual yang membekukan momen penting dalam sejarah perjuangan Indonesia.

2. Simbolisme yang Menembus Batas Bahasa

Seni rupa berbicara dalam bahasa simbol. Setiap goresan, warna, dan bentuk, memiliki makna tersirat yang dapat diinterpretasikan oleh penikmatnya.

Simbol-simbol ini mampu menembus batas bahasa dan budaya, menyampaikan pesan universal yang dapat dipahami oleh siapapun, kapanpun.

Patung Liberty di New York, misalnya, bukan hanya sekadar patung raksasa, melainkan simbol kebebasan dan demokrasi yang diakui dunia.

Mahkota berjari tujuh melambangkan tujuh benua dan tujuh lautan, obor di tangan kanannya melambangkan penerangan, dan tablet di tangan kirinya bertuliskan tanggal deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat.

Simbol-simbol ini menjadikan Patung Liberty lebih dari sekadar karya seni, ia adalah monumen yang mengabadikan nilai-nilai luhur suatu bangsa.

3. Pengingat Kolektif bagi Masyarakat

Seni rupa berperan sebagai pengingat kolektif bagi masyarakat. Monumen, patung, dan mural, kerap kali didirikan untuk mengenang peristiwa penting atau tokoh bersejarah.

Karya-karya ini menjadi penanda fisik yang mengingatkan masyarakat akan jasa para pahlawan, tragedi kemanusiaan, atau momen penting lainnya.

Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta, misalnya, menjadi pengingat akan kekejaman G30S/PKI dan pengorbanan para pahlawan revolusi.

Monumen ini bukan hanya sekadar bangunan, melainkan ruang publik yang menyimpan memori kolektif bangsa Indonesia. Setiap detail monumen, mulai dari relief hingga museum di dalamnya, dirancang untuk mengenang dan menghormati jasa para pahlawan.

4. Ekspresi Emosi dan Interpretasi Subjektif

Seni rupa memungkinkan seniman untuk mengekspresikan emosi dan interpretasi subjektif terhadap suatu peristiwa. Hal ini menjadikan karya seni sebagai sumber informasi yang kaya dan multidimensional.

Kita dapat melihat suatu peristiwa sejarah dari berbagai sudut pandang, merasakan emosi yang terlibat, dan memahami dampaknya terhadap masyarakat.

Lukisan "Guernica" karya Pablo Picasso (1937), misalnya, menggambarkan dengan kuat kengerian dan penderitaan akibat pemboman kota Guernica selama Perang Saudara Spanyol.

Goresan-goresan ekspresif dan distorsi figur manusia dalam lukisan ini, mengungkapkan kepedihan, kemarahan, dan protes Picasso terhadap kekerasan perang.

5. Warisan Budaya yang Tak Ternilai

Seni rupa merupakan bagian tak terpisahkan dari warisan budaya suatu bangsa. Karya-karya seni dari masa lampau menjadi jendela untuk mengintip kehidupan, kepercayaan, dan nilai-nilai masyarakat di masa lalu.

Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, misalnya, bukan hanya sekadar bangunan megah, melainkan juga mahakarya seni rupa yang menyimpan kekayaan budaya dan spiritualitas bangsa Indonesia.

Relief-relief yang menghiasi dinding candi menggambarkan kisah-kisah Buddhis, serta kehidupan masyarakat Jawa kuno.

Candi Borobudur menjadi bukti nyata kejayaan peradaban masa lampau dan warisan budaya yang tak ternilai harganya.

Seni Rupa, Merajut Benang Merah Sejarah dan Masa Kini

Seni rupa adalah bahasa universal yang mampu menembus batas ruang dan waktu. Ia merekam, menginterpretasi, dan mengabadikan sejarah dengan cara yang unik dan personal.

Melalui seni rupa, kita dapat belajar dari masa lalu, memahami masa kini, dan menyambut masa depan dengan lebih bijaksana.

Sumber:

Prihatin, Purwo. (2017). Seni Rupa Indonesia dalam Perspektif Sejarah. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yuliman, Sanento. (2005). Seni Rupa Modern Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.

Dharsono, Sony Kartika. (2012). Seni Rupa: Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Galeri Nasional Indonesia. (2018). Katalog Koleksi Galeri Nasional Indonesia. Jakarta: Galeri Nasional Indonesia.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---