Find Us On Social Media :

Ketika Intisari Bertemu DN Aidit Awal 1964: Selama 2 Jam Banyak Air Putih, Rokok, dan Secangkir Kopi Pahit

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 1 Oktober 2024 | 13:38 WIB

Dalam wawancaranya dengan Intisari, DN Aidit, Sekretaris Jenderal PKI, menyebut pencapaian tertingginya dalam politik adalah Proklamasi Indonesia.

Resmi menjadi anggota partai komunis pada zaman Jepang. Perantaranya, Widarta. Terjadi pada Juli 1943, umurnya waktu itu 20 tahun. Mengapa? Karena PKI menentang fasisme Jepang secara konsekuen. Dia pun turut memimpin Gerakan Indonesia Merdeka, suatu gerakan di bawah tanah bersama Chairul Saleh, Sidik Kertapati, Lukman.

Gedung Menteg 31 memainkan sejarah penting. Di situ tempat institut pendidikan politik Angkatan Baru Indonesia dalam zaman Jepang. Direkturnya Wikana. Guru-gurunya tokoh-tokoh pergerakan Bung Karno, Hatta, Syahrir, Moh. Yamin, Soebarjo, Iwa Kusumasumantri. Pelajaran yang diberikan Hukum, Filsafat, Sosiologi, Sejarah Politik, Ekonomi.

"Di situlah saya mendapat pendidikan politik yang lebih sistematis," sambungnya. Ditambahkannya pula sejak saat itu dia mengenal perbedaan Soekarno dan Hatta. Bung Karno seorang intelektual yang mengintegrasikan diri dengan massa rakyat yang percaya akan massa aksi. Dengan indoktrinasi dan agitasi menerapkan ide-ide ilmiah kepada massa.

Pada tanggal 15 Agustus 1945 itu dari seorang wanita Indo, Aidit mendengar berita Jepang sudah kalah. Sore harinya di Gedung Menteng 31 berkumpul kira-kira 13 pemuda dipimpin oleh Chairul Saleh. Serentak semuanya sepakat: Sekarang juga merdeka!

Untuk itu dibutuhkan pimpinan, kalau tidak akan terjadi kekacauan. Juga harus dijaga jangan sampai pemimpin-pemimpin yang patriotik diserahkan sebagai inventaris Jepang kepada Sekutu. Empat pemuda diutus rapat menghadap Bung Karno. Suroto Kunto, D.N. Aidit, Subadio Sastrosatomo, dan Wikana, yang bertindak sebagai juru bicara.

Mula-mula terjadi perbedaan paham akhirnya tiba juga saatnya 17 Agustus 1945 jam 10 pagi di gedung Pegangsaan Timur 17, proklamasi kemerdekaan. Tiga hari tiga malam Aidit dan kawan-kawan tidak memejamkan mata. Dan proklamasi barulah permulaan. Dia bandingkan dengan proklamasi RRC dan Vietnam.

Pada kedua negara itu, mereka menduduki beberapa daerah dengan kekuatan senjata, baru proklamasi. Kita proklamasi dulu baru dipertahankan terhadap musuh.

Pada September 1945 setelah rapat raksasa Ikada tanggal 9 September, Aidit ditawan Jepang bersama dengan Hanafi, Adam Malik. Kepala penjara Bukitduri waktu itu Pak Thayeb, ayah Prof. Dr. Syaril Thayeb, Rektor Universitas Indonesia. Dengan bantuan pak Thayeb mereka lolos ketika penjaga membuka pintu untuk mengantarakan makanan dan obat.

Dalam pertempuran di Jatinegara dia ditawan pasukan Inggris, diserahkan kepada Belanda dan selama 7 bulan ditahan di Pulau Onrust. Baru lepas setelah perjanjian Linggarjati. Dia terus ke Solo, tempat CC PKI pada waktu itu. Dalam Kongres IV PKI 1945 Aidit mewakili PKI Solo. Dalam kongres itu ia bertemu dengan Njoto, wakil dari Jember. Dia terpilih menjadi anggota Central Komite PKI.

Menurut buku Arnold C. Brackman Indonesian Communism, sekitar tahun 1949 itu Aidit keluar negeri. "I left Indonesia because I was eager to learn about the world." (Saya meninggakan Indonesia karena saya ingin sekali mempelajari dunia) katanya kepada Brackman menurut buku itu.

Setelah terjadinya Peristiwa Madiun 1948, PKI kehilangan poros pimpinan. Pada 1950 Aidit mulai menyusun konsep anggaran dasar baru. Dan pada sidang CC tahun berikutnya dia terpilih menjadi Sekretaris. Tahun 1951 bersama Njoto dia hendak menghadiri kongres partai komunis Nederland. Waktu itu kalau mau ke Belanda tak diperlukan visum. Sampai di lapangan terbang Schiphol keduanya tak dibolehkan turun. Disuruh pulang kembali. Komentarnya, "Kami disuruh bayar lagi. Tentu saja kami tolak. Kan mereka yang memulangkan kami."

Pada Kongres IV PKI 1954 peremajaan pimpinan PKI berhasil. Sekjen D.N. Aidit (31 tahun), kedua wakilnya MH Lukman (34 tahun), dan Njoto (29 tahun). Sekali waktu Sekjen Aidit pergi ke Manado. Orang bertanya kepadanya, "Bung kapan datang jenderalnya?" Orang kira sekjen berarti sekretarisnya jenderal. Nama itu ternyata tak sesuai dengan pengertian masyarakat kita.