Find Us On Social Media :

Achmad Yani, Waktu Muda Kelahi dengan Belanda Tuanya Gugur di Ujung Bedil Bangsa Sendiri

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 1 Oktober 2024 | 04:25 WIB

Siang sebelum kejadian, Achmad Yani membelikan bunga untuk ulang tahun istrinya. Sesampainya di rumah, ia berubah menjadi bunga duka cita. Gerakan 30 September 1965 yang membuat.

Tragedi yang tak boleh terulang lagi.

Tanggal 30 September 1965, Jendral Ahmad Yani pulang dari dinas sekitar pukul 15.00. Waktu duduk ada botol minyak wangi yang jatuh dan pecah. Pak Yani minta agar botol disimpan. Kemudian pergi main golf. Pulang pukul 18.00. Makan pisang goreng. Sekitar pukul 23.00 masuk kamar tidur.

Rumah jalan Lembang yang sepi itu, pagi hari dikejutkan dengan datangnya rombongan truk. Sersan Tumiran yang memakai seragam Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Istana), masuk rumah menyuruh Mbok Milah, pembantu membangunkan Pak Yani.

Karena tidak berani, Mbok Milah menyuruh Edy, putra bungsu (kakaknya Untung adalah putra ketujuh, tapi yang pertama sebagai putra lelaki. Kakak-kakaknya semua perempuan. Mereka punya kisah unik sendiri-sendiri. Nini misalnya lahir di kandang ayam, sehingga dikeroyok kutu ayam. Pak Yani masih bertempur di Merapi-Merbabu waktu itu. Waktu Pak Yani pulang, Nini diselimuti dengan selimut yang dulu menjadi kado perkawinan mereka), untuk membangunkan ayahnya, karena dipanggil presiden Soekarno untuk menghadap ke Istana.

Ahmad Yani bangun. Menemui sersan Raswad yang memakai pangkat Kapten. Mendengar bahwa dirinya dipanggil menghadap Presiden, Ahmad Yani menjawab.

"Baik, tunggu dulu, saya mandi."

Tumiran: "Tidak usah mandi."

"Baik saya akan cuci muka dan berpakaian."

Tumiran: "Tidak usah berpakaian."

Jenderal Yani menjadi marah. Dia berbalik, menempeleng prajurit yang tepat berdiri di belakangnya sambil berkata: "Tahu apa kau prajurit." Lalu melangkah meninggalkan tempat, masuk ruangan tengah dan menutup pintu kaca.

Yang ditempeleng Praka Dokrin. Sersan Giyadi yang memegang Thompson menarik pelatuk. Peluru menembus pintu kaca dan mengenai tubuh Jendral Yani. Rubuh. Kemudian diseret ke truk.

Anak-anaknya sempat melihat tubuh yang masih memakai piyama diseret.

3 Oktober, sumur tua tempat penyiksaan dan penimbunan para jenderal ditemukan. 4 Oktober disemayamkan. 5 Oktober dikuburkan. Iringan bergerak, massa rakyat berduka di sepanjang jalan. Peti jenazah diangkut dengan panser. Dengan pidato tersendat dari Jendral A.H. Nasution, para pahlawan revolusi dimakamkan.

Putra-putra Indonesia yang berjasa, yang memberikan apa yang terbaik dalam hidupnya menghadap Tuhan. Ahli waris langsung, prajurit-prajurit dan generasi berikutnya, menunduk, turut berdoa. Dan mendongak kembali terwarisi semangat, keteguhan, kepahlawanan yang membuat dada menjadi sesak karena bangga.

Bangga kita mempunyai pimpinan teladan.