Find Us On Social Media :

Achmad Yani, Waktu Muda Kelahi dengan Belanda Tuanya Gugur di Ujung Bedil Bangsa Sendiri

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 1 Oktober 2024 | 04:25 WIB

Siang sebelum kejadian, Achmad Yani membelikan bunga untuk ulang tahun istrinya. Sesampainya di rumah, ia berubah menjadi bunga duka cita. Gerakan 30 September 1965 yang membuat.

Pertemuan dengan Lopias itu terjadi 40 hari sebelum Jendral Achmad Yani gugur sebagai pahlawan revolusi.

Peristiwa kecil di atas menggambarkan banyak hal. Gambaran yang hidup karena kisah itu terjadi benar-benar. Betapa sesungguhnya kita sangat miskin cerita mengenai segi-segi yang manusiawi. Padahal bagi para tokoh, yang membuat, sejarah hal itu merupakan peristiwa yang banyak dialami.

Dari segi pengalaman saja luar biasa banyaknya. Jendral Achmad Yani, lebih separoh hidupnya dibaktikan di medan juang Dalam berbagai pertempuran yang dicatat dalam sejarah.

Baik dengan pemberontakan PKI Madiun, atau malah sebelumnya ketika bertempur di Merapi-Merbabu Complex, Pertempuan Lima Hari di Semarang, Agresi Militer I, penumpasan gerombolan DI/TII, PRRI. Kisahnya pasti hangat dan menyentuh. Justru di saat bertempur itu, ke delapan putra-putrinya lahir.

Ah, siapa yang harus menggali kisah-kisah semacam ini?

Achmad Yani dilahirkan di Jenar, Purworejo, 19 Juni 1922. Anak desa putra sulung Sarjo bin Suharyo, mempunyai dua adik perempuan Asmi dan Asina.

Waktu ada kerbau mengamuk, Achmad naik ke pohon, dan memberi komando dari atas kepada teman-temannya. Agar menyelamatkan diri. Bakat memimpin inilah yang menarik Hulstyn, majikan ayah Ahmad, untuk mengangkat sebagai anak asuh. Dan menambahi nama Yani. Nama yang memang berbau kecewek-cewekan.

Atas usaha Hulstyn, Ahmad Yani sekolah di HIS, tahun 1928. Pindah melulu: Purworejo, Magelang dan Bogor. Kecil-kecil sudah merantau dia ini.

Dari HIS ke Mulo, dan di sekolah ini ia lulus sebagai tiga terbaik. Lalu berlanjut ke AMS bagian B, di Jakarta. Dan terjadilah peristiwa dengan kopral Lopias tersebut. Mungkin dia bakal terus sekolah tinggi kalau tidak pecah perang dunia. Maka Ahmad Yani mengikuti pendidikan militer Belanda.

Jepang menang, dan sersan Achmad Yani ditawan. Setelah bebas, ia nganggur sebentar. Masuk sebagai juru bahasa Jepang. Eh bakat militernya tetap mendorongnya, dan memberi kesan kuat.

Dia masuk heiho, dan tentu saja lulus dengan enteng. Hingga kemudian di Bogor. Sebelum dikirim ke Bogor, ia kursus mengetik. Bandiyah Yayu Rulia adalah guru mengetik. Cinta lewat kursus mengetik itu bersemi. Dan memang kelak, Yayu Rulia ini mendampingi terus Achmad Yani, dengan enam putri dan dua putra.

Eh, tapi ini cerita berlanjut ke Bogor. Mengikuti pendidikan di sini, Achmad Yani keluar sebagai yang terbaik. Dapat hadiah atas prestasinya: sebilah samurai. Lalu kembali tugas di Magelang, sebagai Komandan Seksi I Kompi III Batalyon II. Tanggal 5 Desember 1944, Achmad Yani resmi mempersunting bekas guru ketiknya.